BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Luka
bakar dapat dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik di
rumah, di tempat kerja bahkan di jalan atau di tempat-tempat lain. Anak-anak
kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami
luka bakar. Penyebab luka bakar pun bermacam-macam bisa berupa api, cairan
panas, uap panas, bahan kimia, aliran listrik dan lain-lain.
Suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai
fase lanjut. Pada luka bakar terjadi perubahan destruktif pada jaringan akibat
panas yang berlebihan, radiasi ultraviolet, zat kimia atau lainnya. Luka bakar yang terjadi akan menimbulkan kondisi kerusakan kulit selain
itu juga dapat mempengaruhi berbagai sistem tubuh. Perawatan luka bakar
disesuaikan dengan penyebab luka bakar, luas luka bakar dan bagian tubuh yang
terkena. Luka bakar yang lebih luas dan dalam memerlukan perawatan lebih
intensif dibandingkan dengan luka bakar yang hanya sedikit dan superfisial.
Luka bakar yang terjadi karena tersiram air panas dengan luka bakar karena
terkena zat kimia atau radiasi membutuhkan penanganan yang berbeda meskipun
luas luka bakarnya sama.
Luka
bakar masih merupakan problema yang berat. Perawatan dan rehabilitasnya masih
sukar dan memerlukan ketekunan serta biaya yang mahal, tenaga terlatih dan
terampil. Mengingat banyaknya masalah dan komplikasi yang dapat dialami pasien,
maka pasien luka bakar memerlukan penanganan yang serius.
B.
Rumusan
Masalah
Banyak
faktor proses terjadinya penyembuhan pada combutio
baik dari segi sistemik dan lokal serta penanganan dengan modalitas fisioterapi.
Maka rumusan masalah pada penatalaksaan fisioterapi pada combutio adalah “Bagaimana managemen fisioterapi dengan terapi
latihan terhadap kasus combutio?”
C.
Tujuan
a. Tujuan
Umum
Untuk
mengetahui managemen fisioterapi dengan pemberian terapi latihan pada kasus combutio (luka bakar).
b. Tujuan
Khusus
Untuk
mengetahui managemen fisioterapi dengan terapi latihan untuk meningkatkan
lingkup gerak sendi dan mencegah terjadinya kontraktur pada kasus combutio (luka bakar).
D.
Manfaat
1. Fisioterapis
2. Pasien
3.
Institusi Pendidikan
4.
Institusi Rumah Sakit/Klinik
5. Pelaksana
|
:
:
:
:
:
|
Mendapatkan
ilmu dan referensi sebagai “Guidline” dalam
melakukan pelaksanaan fisioterapi pada kasus combutio.
Dapat
termonitoring perkembangan pemberian intervensi fisioterapinya secara
spesifik.
Dapat
menjadi salah satu acuan dan tambahan referensi dalam pengajaran fisioterapi
di perkuliahan dan menambah inventaris perbukuan pada institusi tersebut.
Dapat menambah bahan
acuan untuk memperkuat evidence base
sebagai bahan praktikan dalam pelaksanaan fisioterapi pada kasus combutio.
Dapat
memenuhi tugas Praktek Profesi
Fisioterapi serta menambah pengalaman, wawasan dan skill saat dan setelah profesi
dilakukan.
|
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian
Teori
1. Luka
Bakar (Combutio)
a. Definisi
Luka Bakar (Combutio)
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air
panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenadjat, 2003). Luka merupakan
cidera fisik yang mengakibatkan terbukanya atau terjadinya kerusakan kulit yang
menyebabkan gangguan pada anatomi dan fungsi kulit normal (Salonki, 2011).
Kerusakan pada kulit akibat luka bakar sering kali digambarkan pada kedalaman
cidera dan didefinisikan dalam istilah cidera ketebalan parsial (mengenai
lapisan epidermis atau lapisan dermis) dan cidera ketebalan penuh (mengenai
lapisan epidermis, dermis dan subcutan). Menurut Mansjoer et al., (2007) mengatakan bahwa luka bakar termal dapat menimbulkan
eritema yang akan muncul pada suhu 35˚C selama 120 detik. Apabila terpapar pada
suhu 53˚C- 57 ˚C selama kontak dalam waktu 30-120 detik, makan akan terjadi
vesikel dan bula.
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot
dan mempunyai peranan dalam homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan
terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16% berat tubuh, pada orang
dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5-1,9 meter persegi. Tebalnya
kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis
kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit
bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan,
telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari
dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan
epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm
adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan
kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang
banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada
luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat
tiga. Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang.
Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka
terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap,
atau uap panas yang terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat
menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipneua, stridor,
suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga. Dapat juga keracunan gas CO
dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat
sehingga hemoglobin tidak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan
adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat
terjadi koma. Bisa lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat
meninggal. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai
dengan meningkatnya diuresis
1)
Berdasarkan kedalaman luka bakar
Menurut
Mutaqqin et al., (2011), berdasarkan
kedalaman luka bakar dibedakan atas beberapa jenis, yaitu:
a)
Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada bagian
superficial epidermis, tidak melepuh, nyeri karena ujung saraf sensorik
teriritasi. Waktu penyembuhan terjadi beberapa hari atau sekitar 3-4 hari,
tidak menimbulkan jaringan parut (Singer et
al., 2008).
b)
Luka bakar derajat II
Kerusakan yang terjadi pada
epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses
eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat. Luka bakar derajat II
mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada elemen epitel sehat yang tersisa.
Elemen epitel tersebut seperti sel epitel basal, kalenjar sebaccea, kelenjar
keringat dan pangkal rambut (Sjamsuhidajat et
al., 2005).
c)
Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan
dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebacea rusak,
tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau cokelat, letaknya lebih rendah
dibandingkan kulit disekitar. Menurut Singer et al., (2008) mengatakan
luka bakar tersebut berwarna cokelat gelap, tekstur keras dimana tidak sensitif
terhadap sentuhan. Sekeliling luka bakar (luka yang benar-benar mengelilingi
anggota badan, leher atau dada) bisa menyebabkan gangguan perfusi dan mungkin
perlu tindakan eskarotomi untuk mengurangi tekanan.
d) Luka
bakar derajat IV
Kerusakan yang sudah mencapai otot,
jaringan dalam dan tulang, serta luka yang diakibatkan oleh sengatan arus
listrik yang menyebabkan robeknya jaringan.
2)
Klasifikasi berdasarkan etiologi
Menurut
Boswick (2004), luka bakar berdasarkan penyebabnya, yaitu:
a)
Trauma kimiawi (chemical burns)
Luka bakar kimia dapat terjadi
akibat dari kelengahan dan kecelakaan kerja. Luka akibat zat kimia biasanya
disebabkan oleh zat asam dan basa yang menghasilkan kerusakan kulit yang luas.
b)
Trauma listrik (electrical burns)
Ada dua akibat yang ditimbulkan
listrik yaitu hangus dan kerusakan organ yang lebih dalam.
c)
Trauma suhu (thermal)
Trauma suhu dibagi menjadi dua yaitu
trauma panas yang kering misalnya api,
logam panas atau lembab (cairan atau gas panas).
d)
Trauma paparan ultraviolet matahari
(sun burns)
Trauma karena pengaruh radiasi matahari awalnya dengan
kedalaman sebagian, tetapi dapat berlanjut ke trauma yang lebih dalam (Grace et al., 2007).
c. Proses Penyembuhan Luka
1)
Fase inflamasi
Fase ini
berlangsung sejak terjadi luka sampai kira-kira hari kelima. Pembuluh darah
yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha
menghentikan dengan vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh yang terputus
(retraksi) dan disertai dengan hemostatis. Hemostatis terjadi karena trombosis
yang keluar dari pembuluh darah saling melengket dan bersama jala fibrin yang
terbentuk, membekukkan darah yang keluar dari pembuluh darah (Sjamsuhidajat et al., 2005).
2)
Fase proliferasi
Selama fase
ini terjadi proses membentuk kembali permukaan luka melalui proses
epitelialisasi. Fibroblas adalah jaringan penghubung dan merupakan sel yang
dapat mensintesis dan mensekresi kolagen, menghasilkan matrik untuk granulasi
serta memproduksi faktor pertumbuhan yang bertanggung jawab dalam memacu
pembentukan pembuluh darah dengan baik sebagaimana peningkatan jumlah dan
pergerakan sel endotel.
Fibroblas
berasal dari sel masenkim yang belum berdeferensiasi, menghasilkan
mukopolisakarida, asam aminoglisin dan prolin yang merupakan bahan dasar
kolagen. Pertumbuhan kapiler pada luka, membawa oksigen dan nutrisi yang
dibutuhkan untuk kelanjutan penyembuhan. Kolagen bercampur dengan sel granulasi
dan matrik ini untuk mendukung re-epitelisasi. Fase proliferasi berakhir
setelah tertutupnya permukaan luka, epitel dermis dan lapisan kolagen terbentuk
(Sjamsuhidajat et al., 2004).
3)
Fase maturasi
Pada fase
ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas penyerapan kembali jaringan
yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gravitasi, dan akhirnya jaringan yang
baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan
berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Selama proses ini dihasilkan
jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas, serta mudah digerakkan dari dasar.
Terdapat
komponen hyaluronic acid, proteoglican, dan kolagen yang
berdeposit selama perbaikan untuk memudahkan perekatan pada migrasi seluler dan
menyokong jaringan. Serabut-serabut kolagen meningkat secara bertahap dan
tambah tebal kemudian disokong oleh proteinase
untuk perbaikan sepanjang garis luka, kolagen menjadi unsur yang utama pada
matriks. Serabut kolagen menyebar dengan saling terikat dan berangsur-angsur
menyokong pemulihan jaringan (Suriadi, 2004).
B. Intervensi Fisioterapi untuk Setiap
Fase Penyembuhan
Inflamasi
|
Fase Proliferasi & Migrasi
|
Fase Remodelling & Maturasi
|
0 sampai 5 hari
|
5 sampai 21 hari/hingga 6 minggu
|
6 minggu sampai 6 bulan/hingga 1
tahun
|
Fase Perlindungan
|
Fase Gerakan Terkontrol
|
Fase Kembali ke Fungsi
|
- Mengontrol
efek inflamassi (nyeri, edema, spasme).
- Mengistirahatkan/immobilisasi
selektif.
- Mendorong
penyembuhan dini & mencegah efek negatif dari istirahat.
- Gerak
pasif, massage, mempertahankan kondisi otot (isometrik)
- LGS aktif
assisted, resisted, aerobik yang dimodifikasi pada bagian tubuh yang lain.
- Dosis
istirahat & gerak yang sesuai
- Kontraindikasi
peregangan & latihan melawan tahanan pada jaringan yang inflamasi.
|
- Mendorong
penyembuhan & mengawasi respon
jaringan yang dalam masa penyembuhan.
- Latihan
aktif, resisted, stabilisasi pada open/closed
kinetic chain, daya tahan otot non-destruktif.
- Meningkatkan
dari LGS pasif ke LGS aktif asisted le LGS aktif.
- Latihan
isometrik pada berbagai sudut.
- Bila LGS
meningkat, tingkatkan menjadi latihan isotonik.
- Ulangi
aktivitas fungsional intensitas rendah.
- Inflamasi
seharusnya ↓; jika pasien/klien mengalami nyeri >2 jam, berarti terlalu
banyak latihan.
- Terlalu
banyak latihan, menyebabkan nyeri istirahat
|
- ↑ kekuatan
& kesejajaran jaringan parut.
- Peregangan,
penguatan, latihan daya tahan, latihan spesifik progresif ↑ mobilitas
jaringan
- Peregangan;
mobilisasi sendi, massage, inhibisi neuromuscular, peregangan pasif, massage
- Latihan
progresif melawan tahanan; dari yang sederhana menjadi kompleks, tingkatkan
waktunya
- Latihan
aerobik progresif
- Aktivitas
fungsional progresif dengan sesedikit mungkin topangan protektif
- Tidak
boleh ada tanda inflamasi ↑ intensitas latihan bila pasien/klien kembali ke
akttivitas dengan kebutuhan tinggi; pliometrik, latihan kelincahan,
keterampilan.
|
C. Penatalaksanaan Fisioterapi Post Combutio
Adapun
tujuan rehabilitasi, yaitu mencegah kecacatan, meringankan derajat disabilitas,
memaksimalkan fungsi-fungsi yang masih ada, dan mencapai kapasitas fungsional
mandiri.
1. Therapeutic
Exercise
a. Proper positioning
Positioning penderita yang tepat dapat
mencegah terjadinya kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang
waktu selama penderita dirawat ditempat tidur. Program positioning anti-kontraktur dapat mengurangi oedema, pemeliharaan fungsi dan mencegah kontraktur.
Proper positioning pada penderita luka bakar
adalah sebagai berikut.
• Leher : ekstensi/hiperekstensi
• Bahu : abduksi, rotasi eksternal
• Antebrachii : supinasi
• Trunkus : alignment yang lurus
• Lutut : lurus, jarak antara lutut kanan dan kiri 20cm
• Hip : tidak ada fleksi dan rotasi eksternal
• Pergelangan kaki : dorsifleksi
b. Exercise
Tujuan exercise untuk mengurangi oedema, memelihara lingkup gerak sendi dan mencegah kontraktur. Exercise yang teratur dan terus-menerus
pada seluruh persendian baik yang terkena luka bakar maupun yang tidak terkena merupakan tindakan untuk mencegah kontraktur.
Adapun
macam-macam exercise adalah:
- Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri.
- Isometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri dengan kontraksi otot
tanpa gerakan sendi.
- Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri tetapi mendapat bantuan
terapis atau alat mekanik atau anggota gerak penderita yang sehat.
- Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita dengan melawan tahanan yang
diberikan oleh terapis atau alat mekanik.
- Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh terapis terhadap penderita.
c. Stretching
Tujuannya untuk mencegah kontraktur. Latihan ini sangat efektif jika dilakukan secara
perlahan-lahan sampai skar memutih atau memucat. Kontraktur
ringan dilakukan stretching 20-30
menit, sedangkan kontraktur berat dilakukan stretching
selama 30 menit atau lebih dikombinasi dengan proper positioning. Berdiri adalah stretching yang paling baik,
berdiri tegak efektif untuk stretching
panggul depan dan lutut bagian belakang.
d. Splinting/Bracing
Mengingat
lingkup gerak sendi exercise dan positioning merupakan hal yang penting
untuk diperhatikan pada luka bakar, untuk mempertahankan posisi yang baik
selama penderita tidur atau melawan kontraksi jaringan terutama penderita yang
mengalami kesakitan dan kebingungan.
e. Strengthening
Untuk mencegah
kelemahan pada alat gerak akibat immobilisasi yang lama. Dilakukan dengan
memberikan latihan gerakan aktif secara rutin kepada pasien untuk melatih
otot-otot ekstremitas, misalnya jalan biasa, jalan cepat, dan mengangkat beban.
Jika pasien
kurang melakukan latihan ini, maka akan menyebabkan otot-otot pada sendi bahu
dan proksimal paha akan melemah. Latihan ini sebaiknya dilakukan segera mungkin
pada masa penyembuhan luka bakar untuk mengurangi rasa sakit dan tidak nyaman
pada pasien.
f. Endurance
Untuk
mencegah terjadinya atrofi dan penurunan daya tahan pada otot akibat dari
perawatan yang lama di RS. Latihan ketahanan dilakukan dengan latihan bersepeda dan latihan naik turun tangga. Latihan ini juga dapat melancarkan sistem
sirkulasi.
g. Latihan Koordinasi
-
Latihan kerja dalam kehidupan
sehari-hari
-
Latihan peningkatan keterampilan
Adapun rehabilitasi pada pasien luka bakar fase akut dan sub-akut sebagai berikut.
1.
Ranging (full ROM) pasif : mencegah terjadinya kontraktur.
2.
Pencegahan deformitas : meminimalisir pemendekan tendon, ligamen collateral dan kapsul sendi serta mengurangi edema pada ekstremitas.
3.
Pencegahan kontraktur : memposisikan pasien dengan prinsip melawan arah sendi yang dapat
menyebabkan kontraktur.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Luka
bakar tidak boleh dianggap sepele, meskipun terdapat luka kecil penanganan
harus cepat diusahakan. Penderita luka bakar memerlukan penanganan secara
holistik dari berbagai aspek dan disiplin ilmu. Perawatan luka bakar didasarkan
pada luas luka bakar, kedalaman luka bakar, faktor penyebab timbulnya luka dan
lain-lain. Pada luka bakar yang luas dan dalam akan memerlukan perawatan yang
lama dan mahal. Dampak luka bakar yang dialami penderita dapat menimbulkan
berbagai masalah fisik, psikis dan sosial bagi pasien dan juga keluarga. Dengan
makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka makin berkembang pula
teknik/cara penanganan luka bakar sehingga makin meningkatkan kesempatan untuk
sembuh bagi penderita luka bakar.
B. SARAN
Dalam menangani
korban luka bakar harus tetap memegang prinsip steril dan sesuai medis, tidak
boleh dilakukan sembarangan karena bisa mempengaruhi waktu kesembuhan luka
bakar. Setiap individu baik tua, muda, maupun anak-anak diharapkan selalu
waspada dan berhati-hati setiap kali melakukan kegiatan/aktivitas terutama pada
hal-hal yang dapat memicu luka bakar.
DAFTAR
PUSTAKA
Hillegass,
Ellen Z. 2016. Intisari Fisioterapi Buku
Praktik Klinik (PT Clinical Notes: A
Rehabilitation Pocket Guide). EGC: Jakarta. Alih bahasa: Weeke Budhiyanti.
James
H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns,
in: Schwartz’s Principles of Surgery 18th ed. McGraw-Hill: New York.
p.189-216.
Wim
de Jong. 2005. Luka Bakar: Buku Ajar Ilmu
Bedah Edisi 2. EGC: Jakarta. p 66-88.