Saturday, September 22, 2018

MANAGEMEN FISIOTERAPI PADA KASUS COMBUTIO

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik di rumah, di tempat kerja bahkan di jalan atau di tempat-tempat lain. Anak-anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar. Penyebab luka bakar pun bermacam-macam bisa berupa api, cairan panas, uap panas, bahan kimia, aliran listrik dan lain-lain.
Suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut. Pada luka bakar terjadi perubahan destruktif pada jaringan akibat panas yang berlebihan, radiasi ultraviolet, zat kimia atau lainnya. Luka bakar yang terjadi akan menimbulkan kondisi kerusakan kulit selain itu juga dapat mempengaruhi berbagai sistem tubuh. Perawatan luka bakar disesuaikan dengan penyebab luka bakar, luas luka bakar dan bagian tubuh yang terkena. Luka bakar yang lebih luas dan dalam memerlukan perawatan lebih intensif dibandingkan dengan luka bakar yang hanya sedikit dan superfisial. Luka bakar yang terjadi karena tersiram air panas dengan luka bakar karena terkena zat kimia atau radiasi membutuhkan penanganan yang berbeda meskipun luas luka bakarnya sama.
Luka bakar masih merupakan problema yang berat. Perawatan dan rehabilitasnya masih sukar dan memerlukan ketekunan serta biaya yang mahal, tenaga terlatih dan terampil. Mengingat banyaknya masalah dan komplikasi yang dapat dialami pasien, maka pasien luka bakar memerlukan penanganan yang serius.

B.       Rumusan Masalah
Banyak faktor proses terjadinya penyembuhan pada combutio baik dari segi sistemik dan lokal serta penanganan dengan modalitas fisioterapi. Maka rumusan masalah pada penatalaksaan fisioterapi pada combutio adalah “Bagaimana managemen fisioterapi dengan terapi latihan terhadap kasus combutio?”

C.      Tujuan
a.     Tujuan Umum
Untuk mengetahui managemen fisioterapi dengan pemberian terapi latihan pada kasus combutio (luka bakar).
b.    Tujuan Khusus
Untuk mengetahui managemen fisioterapi dengan terapi latihan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi dan mencegah terjadinya kontraktur pada kasus combutio (luka bakar).

D.      Manfaat
1. Fisioterapis


2. Pasien

3.  Institusi Pendidikan

4. Institusi Rumah Sakit/Klinik

5. Pelaksana
:


:

:


:


:
Mendapatkan ilmu dan referensi sebagai “Guidline” dalam melakukan pelaksanaan fisioterapi pada kasus combutio.
Dapat termonitoring perkembangan pemberian intervensi fisioterapinya secara spesifik.
Dapat menjadi salah satu acuan dan tambahan referensi dalam pengajaran fisioterapi di perkuliahan dan menambah inventaris perbukuan pada institusi tersebut.
Dapat menambah bahan acuan untuk memperkuat evidence base sebagai bahan praktikan dalam pelaksanaan fisioterapi pada kasus combutio.
Dapat memenuhi tugas Praktek Profesi Fisioterapi serta menambah pengalaman, wawasan dan skill saat dan setelah profesi dilakukan.



                           


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Kajian Teori
1.    Luka Bakar (Combutio)
a.    Definisi Luka Bakar (Combutio)
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenadjat, 2003). Luka merupakan cidera fisik yang mengakibatkan terbukanya atau terjadinya kerusakan kulit yang menyebabkan gangguan pada anatomi dan fungsi kulit normal (Salonki, 2011). Kerusakan pada kulit akibat luka bakar sering kali digambarkan pada kedalaman cidera dan didefinisikan dalam istilah cidera ketebalan parsial (mengenai lapisan epidermis atau lapisan dermis) dan cidera ketebalan penuh (mengenai lapisan epidermis, dermis dan subcutan). Menurut Mansjoer et al., (2007) mengatakan bahwa luka bakar termal dapat menimbulkan eritema yang akan muncul pada suhu 35˚C selama 120 detik. Apabila terpapar pada suhu 53˚C- 57 ˚C selama kontak dalam waktu 30-120 detik, makan akan terjadi vesikel dan bula.
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan dalam homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5-1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga. Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang. Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipneua, stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga. Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tidak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis

b.   Klasifikasi Luka Bakar
1)   Berdasarkan kedalaman luka bakar
Menurut Mutaqqin et al., (2011), berdasarkan kedalaman luka bakar dibedakan atas beberapa jenis, yaitu:
a)      Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada bagian superficial epidermis, tidak melepuh, nyeri karena ujung saraf sensorik teriritasi. Waktu penyembuhan terjadi beberapa hari atau sekitar 3-4 hari, tidak menimbulkan jaringan parut (Singer et al., 2008).
b)      Luka bakar derajat II
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat. Luka bakar derajat II mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada elemen epitel sehat yang tersisa. Elemen epitel tersebut seperti sel epitel basal, kalenjar sebaccea, kelenjar keringat dan pangkal rambut (Sjamsuhidajat et al., 2005).
c)      Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau cokelat, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit disekitar. Menurut Singer et al., (2008) mengatakan luka bakar tersebut berwarna cokelat gelap, tekstur keras dimana tidak sensitif terhadap sentuhan. Sekeliling luka bakar (luka yang benar-benar mengelilingi anggota badan, leher atau dada) bisa menyebabkan gangguan perfusi dan mungkin perlu tindakan eskarotomi untuk mengurangi tekanan.
d) Luka bakar derajat IV
Kerusakan yang sudah mencapai otot, jaringan dalam dan tulang, serta luka yang diakibatkan oleh sengatan arus listrik yang menyebabkan robeknya jaringan.
2)   Klasifikasi berdasarkan etiologi
Menurut Boswick (2004), luka bakar berdasarkan penyebabnya, yaitu:
a)      Trauma kimiawi (chemical burns)
Luka bakar kimia dapat terjadi akibat dari kelengahan dan kecelakaan kerja. Luka akibat zat kimia biasanya disebabkan oleh zat asam dan basa yang menghasilkan kerusakan kulit yang luas.
b)      Trauma listrik (electrical burns)
Ada dua akibat yang ditimbulkan listrik yaitu hangus dan kerusakan organ yang lebih dalam.
c)      Trauma suhu (thermal)
Trauma suhu dibagi menjadi dua yaitu trauma panas  yang kering misalnya api, logam panas atau lembab (cairan atau gas panas).
d)     Trauma paparan ultraviolet matahari (sun burns)
Trauma karena  pengaruh radiasi matahari awalnya dengan kedalaman sebagian, tetapi dapat berlanjut ke trauma yang lebih dalam (Grace et al., 2007).

c.    Proses Penyembuhan Luka
1)      Fase inflamasi
Fase ini berlangsung sejak terjadi luka sampai kira-kira hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikan dengan vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh yang terputus (retraksi) dan disertai dengan hemostatis. Hemostatis terjadi karena trombosis yang keluar dari pembuluh darah saling melengket dan bersama jala fibrin yang terbentuk, membekukkan darah yang keluar dari pembuluh darah (Sjamsuhidajat et al., 2005).
2)      Fase proliferasi
Selama fase ini terjadi proses membentuk kembali permukaan luka melalui proses epitelialisasi. Fibroblas adalah jaringan penghubung dan merupakan sel yang dapat mensintesis dan mensekresi kolagen, menghasilkan matrik untuk granulasi serta memproduksi faktor pertumbuhan yang bertanggung jawab dalam memacu pembentukan pembuluh darah dengan baik sebagaimana peningkatan jumlah dan pergerakan sel endotel.
Fibroblas berasal dari sel masenkim yang belum berdeferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen. Pertumbuhan kapiler pada luka, membawa oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan untuk kelanjutan penyembuhan. Kolagen bercampur dengan sel granulasi dan matrik ini untuk mendukung re-epitelisasi. Fase proliferasi berakhir setelah tertutupnya permukaan luka, epitel dermis dan lapisan kolagen terbentuk (Sjamsuhidajat et al., 2004).
3)      Fase maturasi
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gravitasi, dan akhirnya jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas, serta mudah digerakkan dari dasar.
Terdapat komponen hyaluronic acid, proteoglican, dan kolagen yang berdeposit selama perbaikan untuk memudahkan perekatan pada migrasi seluler dan menyokong jaringan. Serabut-serabut kolagen meningkat secara bertahap dan tambah tebal kemudian disokong oleh proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka, kolagen menjadi unsur yang utama pada matriks. Serabut kolagen menyebar dengan saling terikat dan berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan (Suriadi, 2004).

B.       Intervensi Fisioterapi untuk Setiap Fase Penyembuhan
Inflamasi
Fase Proliferasi & Migrasi
Fase Remodelling & Maturasi
0 sampai 5 hari
5 sampai 21 hari/hingga 6 minggu
6 minggu sampai 6 bulan/hingga 1 tahun
Fase Perlindungan
Fase Gerakan Terkontrol
Fase Kembali ke Fungsi
-  Mengontrol efek inflamassi (nyeri, edema, spasme).
-  Mengistirahatkan/immobilisasi selektif.
-  Mendorong penyembuhan dini & mencegah efek negatif dari istirahat.
-  Gerak pasif, massage, mempertahankan kondisi otot (isometrik)
-  LGS aktif assisted, resisted, aerobik yang dimodifikasi pada bagian tubuh yang lain.
-  Dosis istirahat & gerak yang sesuai
-  Kontraindikasi peregangan & latihan melawan tahanan pada jaringan yang inflamasi.
-  Mendorong penyembuhan  & mengawasi respon jaringan yang dalam masa penyembuhan.
-  Latihan aktif, resisted, stabilisasi pada open/closed kinetic chain, daya tahan otot non-destruktif.
-  Meningkatkan dari LGS pasif ke LGS aktif asisted le LGS aktif.
-  Latihan isometrik pada berbagai sudut.
-  Bila LGS meningkat, tingkatkan menjadi latihan isotonik.
-  Ulangi aktivitas fungsional intensitas rendah.
-  Inflamasi seharusnya ↓; jika pasien/klien mengalami nyeri >2 jam, berarti terlalu banyak latihan.
-  Terlalu banyak latihan, menyebabkan nyeri istirahat
-  ↑ kekuatan & kesejajaran jaringan parut.
-  Peregangan, penguatan, latihan daya tahan, latihan spesifik progresif ↑ mobilitas jaringan
-  Peregangan; mobilisasi sendi, massage, inhibisi neuromuscular, peregangan pasif, massage
-  Latihan progresif melawan tahanan; dari yang sederhana menjadi kompleks, tingkatkan waktunya
-  Latihan aerobik progresif
-  Aktivitas fungsional progresif dengan sesedikit mungkin topangan protektif
-  Tidak boleh ada tanda inflamasi ↑ intensitas latihan bila pasien/klien kembali ke akttivitas dengan kebutuhan tinggi; pliometrik, latihan kelincahan, keterampilan.

C.      Penatalaksanaan Fisioterapi Post Combutio
Adapun tujuan rehabilitasi, yaitu mencegah kecacatan, meringankan derajat disabilitas, memaksimalkan fungsi-fungsi yang masih ada, dan mencapai kapasitas fungsional mandiri.
1.    Therapeutic Exercise
a.    Proper positioning
Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu selama penderita dirawat ditempat tidur. Program positioning anti-kontraktur dapat mengurangi oedema, pemeliharaan fungsi dan mencegah kontraktur.
Proper positioning pada penderita luka bakar adalah sebagai berikut.
     Leher : ekstensi/hiperekstensi
     Bahu : abduksi, rotasi eksternal
     Antebrachii : supinasi
     Trunkus : alignment yang lurus
     Lutut : lurus, jarak antara lutut kanan dan kiri 20cm
     Hip : tidak ada fleksi dan rotasi eksternal
     Pergelangan kaki : dorsifleksi

b.   Exercise
Tujuan exercise untuk mengurangi oedema, memelihara lingkup gerak sendi dan mencegah kontraktur. Exercise yang teratur dan terus-menerus pada seluruh persendian baik yang terkena luka bakar maupun yang tidak terkena merupakan tindakan untuk mencegah kontraktur.
Adapun macam-macam exercise adalah:
-  Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri.
-  Isometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri dengan kontraksi otot tanpa gerakan sendi.
-  Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri tetapi mendapat bantuan terapis atau alat mekanik atau anggota gerak penderita yang sehat.
-  Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita dengan mela­wan tahanan yang diberikan oleh terapis atau alat mekanik.
-  Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh terapis terhadap penderita.
c.    Stretching
Tujuannya untuk mencegah kontraktur. Latihan ini sangat efektif jika dilakukan secara perlahan-lahan sampai skar memutih atau memucat. Kontraktur ringan dilakukan stretching 20-30 menit, sedangkan kontraktur berat dilakukan stretching selama 30 menit atau lebih dikombinasi dengan proper positioning. Berdiri adalah stretching yang paling baik, berdiri tegak efektif untuk stretching panggul depan dan lutut bagian belakang.
d.      Splinting/Bracing
Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pada luka bakar, untuk mempertahankan posisi yang baik selama penderita tidur atau melawan kontraksi jaringan terutama penderita yang mengalami kesakitan dan kebingungan.
e.       Strengthening
Untuk mencegah kelemahan pada alat gerak akibat immobilisasi yang lama. Dilakukan dengan memberikan latihan gerakan aktif secara rutin kepada pasien untuk melatih otot-otot ekstremitas, misalnya jalan biasa, jalan cepat, dan mengangkat beban.
Jika pasien kurang melakukan latihan ini, maka akan menyebabkan otot-otot pada sendi bahu dan proksimal paha akan melemah. Latihan ini sebaiknya dilakukan segera mungkin pada masa penyembuhan luka bakar untuk mengurangi rasa sakit dan tidak nyaman pada pasien.
f.       Endurance
Untuk mencegah terjadinya atrofi dan penurunan daya tahan pada otot akibat dari perawatan yang lama di RS. Latihan ketahanan dilakukan dengan latihan bersepeda dan latihan naik turun tangga. Latihan ini juga dapat melancarkan sistem sirkulasi.
g.      Latihan Koordinasi
-       Latihan kerja dalam kehidupan sehari-hari
-       Latihan peningkatan keterampilan
Adapun rehabilitasi pada pasien luka bakar fase akut dan sub-akut sebagai berikut.
1.    Ranging (full ROM) pasif : mencegah terjadinya kontraktur.
2.    Pencegahan deformitas : meminimalisir pemendekan tendon, ligamen collateral dan kapsul sendi serta mengurangi edema pada ekstremitas.
3.    Pencegahan kontraktur : memposisikan pasien dengan prinsip melawan arah sendi yang dapat menyebabkan kontraktur.




BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Luka bakar tidak boleh dianggap sepele, meskipun terdapat luka kecil penanganan harus cepat diusahakan. Penderita luka bakar memerlukan penanganan secara holistik dari berbagai aspek dan disiplin ilmu. Perawatan luka bakar didasarkan pada luas luka bakar, kedalaman luka bakar, faktor penyebab timbulnya luka dan lain-lain. Pada luka bakar yang luas dan dalam akan memerlukan perawatan yang lama dan mahal. Dampak luka bakar yang dialami penderita dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis dan sosial bagi pasien dan juga keluarga. Dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka makin berkembang pula teknik/cara penanganan luka bakar sehingga makin meningkatkan kesempatan untuk sembuh bagi penderita luka bakar.

B.       SARAN
Dalam menangani korban luka bakar harus tetap memegang prinsip steril dan sesuai medis, tidak boleh dilakukan sembarangan karena bisa mempengaruhi waktu kesembuhan luka bakar. Setiap individu baik tua, muda, maupun anak-anak diharapkan selalu waspada dan berhati-hati setiap kali melakukan kegiatan/aktivitas terutama pada hal-hal yang dapat memicu luka bakar.




DAFTAR PUSTAKA

Hillegass, Ellen Z. 2016. Intisari Fisioterapi Buku Praktik Klinik (PT Clinical Notes: A Rehabilitation Pocket Guide). EGC: Jakarta. Alih bahasa: Weeke Budhiyanti.
James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in: Schwartz’s Principles of Surgery 18th ed. McGraw-Hill: New York. p.189-216.
Wim de Jong. 2005. Luka Bakar: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC: Jakarta. p 66-88.