Saturday, April 15, 2017

THANKS MARCH

Sepertinya sudah lama tidak berbagi cerita, terlalu banyak yang ingin dituangkan dalam bentuk tulisan. Yaps baru ada semangat untuk menceritakannya ketika April, cerita tentang hari yang sangat berkesan untuk diriku dan awal dari semua perjuangan selama 3,5 tahun. Alhamdulillah aku sudah sidang skripsi pada hari Rabu tanggal 15 Maret 2017, hari nya pas banget sama hari kelahiran ku hehe tapi tanggalnya tentu saja beda. Perjuangan awal skripsi dimulai pada september 2016, sekitar akhir September kami satu angkatan S1 Fisioterapi diminta untuk mengajukan judul dan awal Oktober diumumkanlah judul yang di acc serta pembimbing yang sesuai. Judul ku yang diterima adalah judul kedua yaitu tentang senam vitalisasi otak dan alhamdulillah mendapatkan pembimbing yaitu bu Nana tercinta. Tapi setelah berkonsultasi ditolak lah judul ku karena terlalu ribet untuk dilakukan, dan akhirnya aku mengubah judul ku yang awalnya Pengaruh menjadi Hubungan. Maka jadilah suatu judul tentang aktivitas fisik dan resiko jatuh pada lanjut usia.

Singkat cerita minggu kedua bulan Oktober kami diminta untuk membuat terlebih dahulu Bab I oleh pembimbing kami. Oh iya, ada 6 mahasiswi yang dibimbing oleh bu Nana yaitu Dini, Firda (aku), Delin, Bening, Rindy, dan Via. Dini mengambil judul tentang pengaruh, Rindy Via payungan tentang pengaruh juga, dan aku bersama Delin dan Bening payungan juga mengambil judul tentang Hubungan. Kami berenam semua nya tentang lanjut usia dan sesuai sekali dengan spesialisasinya bu Nana yaitu pada bidang Geriatri. 
Balik lagi ke cerita, minggu ketiga setelah konsul hanya dalam waktu seminggu aku mengerjakan sampe Bab III. Yaps kejar waktu, karena aku ketinggalan dari teman ku Delin dan Bening. Entah kenapa aku cukup santai untuk mengerjakan skripsi, santai tapi pasti. Setelah itu konsul lagi, 9 hari aku menghilang dan pergi ke Semarang alasan ku ke Semarang adalah mencari suasana lain buat ngerjain revisian dan setelah balik ke kampus lagi untuk konsul, dan ternyata malah dicariin dospim. Masih ingat pas bu Nana bilang "Firda, kemana aja? Kok lama gak konsul, 9 hari kamu gak ada konsul lho. Jarak antara terakhir konsul terus konsul lagi kok lama sekali fir". Ya Allah ibu pembimbing baik sekali nyariin saya, kata teman-teman ku yang lain beruntung aku dapat pembimbing bu Nana karena dicariin ketika gak ada konsul, coba kami fir gak pernah dicariin sama sekali sama pembimbing kami ujar mereka.

Dan perjuangan mengerjakan Bab I sampai Bab III akhirnya Seminar Proposal juga pada hari Kamis, 8 Desember 2016. Pastinya revisi lagi setelah semprop dan yang direvisi adalah tempat penelitian salah satunya. Pada akhirnya tempat penelitian ku di Desa Jaten Kecamatan Juwiring Klaten. Tempat penelitian ini berada di tempat tinggal Bening dan mengharuskan aku menginap selama 2 hari 1 malam dirumahnya, selainnya pulang pergi Solo Klaten lah. Terima kasih Bening dan mamah nya Bening, pokoknya semua keluarga nya Bening. Untuk melakukan penelitian aku harus menunggu sebulan karena penelitian baru bisa dilakukan pada bulan Januari bertepatan dengan diadakannya posyandu lansia. Sambil menunggu penelitian pada akhir Desember ku putuskan untuk pulang sejenak ke Pangkalan Bun. Next pada bulan Januari mulailah dilakukan penelitian di 5 posyandu lansia di 5 dukuh di Desa Jaten Kecamatan Juwiring Klaten. Terakhir penelitian pada hari Kamis, 19 Januari 2017 sedangkan Senin nya sudah mulai praktek pre klinik ketiga di RSUD Jogya dan tau sendiri gimana capeknya habis dari penelitian lanjut praktek di RS.

Penelitian ku sempat ketunda selama praktek di RS 2 minggu, setelah selesai praktek ku lanjutkan untuk mulai memasukkan data ke SPSS dan ternyata aku benar-benar santai sekali, teman ku berdua sudah setengah mengerjakan BAB IV sedangkan aku yah tau sendiri lah hahaha. Akhirnya minggu ketiga bulan Februari dalam waktu seminggu ku tekadkan mengerjakan Bab IV dan V, tralalala selesai tepat waktu. Untuk Bab IV dan V aku hanya konsul 3 kali, jadi total ku konsul dari Bab I sampai V hanya 9 kali konsul. Lain cerita, Dini sudah sidang pada bulan Februari pada tanggal 14. Rindy Via Delin Bening duluan acc daripada diri ku, tapi Allah berkehendak lain walaupun duluan mereka yang acc tapi tetap duluan aku yang sidang wkwkwk.

Entah kenapa dari semprop sampe sidang rasanya biasa saja gugup ada tapi biasa aja rasanya, kayak presentasi biasa di depan kelas aja. Alhamdulillah bisa menjawab semua pertanyaan penguji dan mendapatkan hasil sangat memuaskan. Perjalanan dari semester 1, lika liku nya tertuai pada hari itu. Tangis air mata, marah, senang, bosan dan segala macam yang dilalui selama kuliah akan terkenang. Banyak banget pelajaran hidup dan pengalaman serta ilmu yang didapat. Dukungan, doa dan semangat dari segala pihak menjadi salah satu penyemangat untuk mengerjakan skripsi ditambah rasa patah hati juga hahaha yang membuat ingin membuktikan pada si abang kalo aku bisa dan mampu.

Ini semua tidak sebanding dengan jerih payah kedua orangtua ku, semua yang mereka berikan tidak bisa kubalas sampai akhir hayatku. Terima kasih juga buat bu Yulisna Mutia Sari, yang selalu sabar dan ikhlas bimbing firda walaupun rada lemot dikit firdanya  mikir kalo dikasih saran hahaha, nama nya juga pusing dan agak gimana gitu rasa nya kepala selama ngerjain skripsi, tidur aja sampai kebayang terus wkwk. Terima kasih buat semua orang yang menyayangi ku, teman-teman ku yang tidak bisa ku sebutkan satu persatu khususnya S1 Fisioterapi UMS angkatan 2013 banyak cerita selama kita kuliah dan praktek, terima kasih telah menjadikan diri ku salah satu sejarah di bagian hidup kalian dan sejarah di hidup ku sendiri.

Terkadang semangat dari orang-orang yang mencintai dan menyayangi mu merupakan salah satu upaya mu untuk mencapai sesuatu, terlebih lagi jika kamu mendapatkan rasa sakit hati yang membuat mu ingin membuktikan kepada orang itu bahwa kamu tidak seperti yang dipikirkannya, bahwa kamu mampu dan bisa, dan dia menyesal karena telah melepasmu dan tidak memilih mu.

Perjuangan sebenarnya akan dimulai setelah gelar S.Fis didapatkan. Satu persatu memilih jalannya masing-masing, ada yang lanjut S2 dan ada yang lanjut Profesi. 

See you on May 20th 2017 guys, My Second Family S1 Fisioterapi UMS 2013 💗

Friday, April 7, 2017

Mikrobiologi dan Parasitologi: Loeffler Syndrome



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Lingkungan hidup menurut Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia beserta perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Bila ditinjau lebih lanjut mengenai Undang-Undang tersebut, maka manusia dengan lingkungan sebenarnya tidak dapat dipisahkan. Keadaan sanitasi yang belum memadai, keadaan sosial ekonomi yang masih rendah didukung oleh iklim yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan cacing merupakan beberapa faktor penyebab tingginya prevalensi infeksi cacing usus yang ditularkan di Indonesia (Zit, 2000).
Ada 3 jenis cacing yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichura). (Depkes RI, 2004). Ascaris lumbricoides merupakan helmintiasis yang paling sering menyerang anak-anak, cacing ini telah menyebabkan lebih dari satu milyar kasus kecacingan di seluruh dunia.
Angka kejadian infeksi Ascaris lumbricoides di Indonesia sebesar 70% ± 80%, keadaan ini menyebabkan penyakit ascariasis menjadi penting dan hingga saat ini masih merupakan masalah dibidang ilmu kesehatan anak dan kesehatan masyarakat. Penyakit cacingan merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit cacing ditularkan melalui tangan yang kotor, kuku panjang dan kotor menyebabkan telur cacing terselip.
Penyebaran cacing salah satu penyebabnya adalah kebersihan perorangan yang masih buruk dan dapat menular diantara murid sekolah yang sering berpegangan tangan sewaktu bermain. Sampai saat ini penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, terutama daerah pedesaan.

B.    Tujuan
a.    Tujuan Umum
Mahasiswa di harapkan mampu memahami konsep Ascaris Lumbricoides.
b.    Tujuan Khusus
1.    Untuk mengetahui Loeffler Syndrome pada kasus Ascaris Lumbricoides.
2.    Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanganannya.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.     Pengertian
Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering ditemui. Diperkirakan prevalensi di dunia 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah tropis dan di negara berkembang dimana sering terjadi kontaminasi tanah oleh tinja manusia atau penggunaan tinja sebagai pupuk (Soegijanto, 2005).
Ascaris lumbricoides merupakan nematoda kedua yang paling banyak menginfeksi manusia. Ascaris telah dikenal pada masa Romawi sebagai Lumbricus teres dan mungkin telah menginfeksi manusia selama ribuan tahun. Jenis ini banyak terdapat di daerah yang beriklim panas dan lembab, tetapi juga dapat hidup di daerah beriklim sedang. Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit.

B.    Etiologi
Stadium infektif Ascaris Lumbricoides adalah telur yang berisi larva matang. Sesudah tertelan oleh hospes manusia, larva dilepaskan dari telur dan menembus dinding usus sebelum migrasi ke paru-paru melalui sirkulasi vena. Mereka kemudian memecah jaringan paru-paru masuk ke dalam ruang alveolus, naik ke cabang bronkus dan trakea, dan tertelan kembali. Setelah sampai ke usus kecil larva berkembang menjadi cacing.
Cacing betina mempunyai masa hidup 1-2 tahun dan dapat menghasilkan 200.000 telur setiap hari. Telur fertil berbentuk oval dengan panjang 45-60 µm dan lebar 35-50 µm. Setelah keluar bersama tinja, embrio dalam telur akan berkembang menjadi infektif dalam 5-10 hari pada kondisi lingkungan yang mendukung.

C.    Patofisiologi
Ascaris Lumbricoides adalah nematoda terbesar yang umumnya menginfeksi manusia. Cacing dewasa berwarna putih atau kuning yang hidup selama 10-24 bulan di jejunum dan bagian tengah ileum. Cacing betina menghasilkan 200.000 telur per hari yang akan terbawa bersama tinja. Telur fertil apabila terjatuh pada kondisi tanah yang sesuai, dalam waktu 5-10 hari telur tersebut dapat menginfeksi manusia. Telur dapar hidup dalam tanah selama 17 bulan. Infeksi umumnya terjadi melalui tangan atau makanan kemudian masuk ke dalam deudenum. Pada tahap kedua larva akan melewati dinding usus dan melewati sistem vorta menuju hepar dan kemudian ke paru melalui sirkulasi vena. Mereka kemudian memecah jaringan paru-paru masuk ke dalam ruang alveolus, naik ke cabang bronkus dan trakea, dan tertelan kembali. Diperlukan 65 hari untuk menjadi cacing dewasa. Infeksi yang berat dapat diikuti pneumonia dan eosinofilia (Soegijanto, 2005).

D.    Epidemiologi
Ascariasis merupakan infeksi cacing pada manusia yang angka kejadian sakitnya tinggi terutama di daerah tropis dimana tanah memiliki kondisi yang sesuai untuk kematangan telur di dalam tanah.
Menurut Berhman (1999), telur-telur Ascaris lumbricoides terbukti tetap infektif pada tanah selama berbulan-bulan dan dapat bertahan hidup di cuaca yang lebih dingin (5-10oC) selama 2 tahun. Diperkirakan hampir 1 miliar penduduk terinfeksi dan prevalensi pada komunitas-komunitas tertentu lebih besar dari 80%. Prevalensi dilaporkan terjadi di lembah sungai Yangtze di Cina. Masyarakat yang memiliki sosial ekonomi yang rendah memiliki prevalensi infeksi yang tinggi, demikian juga pada masyarakat yang menggunakan tinja sebagai pupuk dan dengan kondisi geografis yang medukung. Penyebaran terutama melalui tangan ke mulut (hand to mouth) dapat juga melalui sayuran atau buah yang terkontaminasi.
Prevalensi dan intensitas gejala symtomatik yang paling tinggi terjadi pada anak-anak, yang paling sering ditemui adalah obstruksi intestinal. Di antara anak-anak usia 1-12 tahun yang berada di Rumah Sakit Cape Town dengan keluhan abdominal antara 1958-1962, 12.8 % dari infeksinya di sebabkan oleh Ascaris lumbricoides. Anak-anak dengan ascariasis kronis dapat menyebabkan pertumbuhan lambat terkait dengan jumlah makanan yang di makan.
Orang dewasa sering mengalami komplikasi bilier akibat migrasi cacing dewasa yang mungkin didorong oleh penyakit lain seperti demam malaria. Di Damaskus, 300 orang yang mengalami ascariasis pada 1988-1993, 98% mengalami nyeri perut; 4,3% radang akut kelenjar pankreas ; 1,3% obstructive jaundise ; dan 25% worm emesis. Lebih dari 80% dari pasien ini mempunyai cholecytectomy sebeumnya (Soegijanto, 2005). Menurut WHO, intestinal obstruction pada anak-anak menyebabkan komplikasi fatal, menyebabkan 8.000 - 100.000 kematian pertahun.

E.     Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Soegijanto (2005), tergantung pada intensitas infeksi dan organ yang terlibat. Pada sebagian besar penderita dengan infeksi rendah sampai dengan gejalanya asymtomatis. Gejala klinis paling sering ditemui berkaitan dengan penyakit paru atau sumbatan pada usus atau saluran empedu. Ascaris dapat menyebabkan Pulmonari ascariasis ketika memasuki alveoli dan bermigrasi ke bronki dan trakea. Manifestasi pada paru mirip dengan Syndrom Loffler dengan gejala infiltrat paru sementara. Tanda-tanda yang paling khas adalah batuk, spuntum bercak darah, dan eosinofilia. Tanda lain adalah sesak.
Cacing dewasa dapat menimbulkan penyakit dengan menyumbat usus atau cabang-cabang saluran empedu sehingga mempengaruhi nutrisi hospes. Cacing dewasa akan memakan sari makanan hasil pencernaan host. Anak-anak terinfeksi yang memiliki pola makan yang tidak baik dapat mengalami kekurangan protein, kalori, atau vitamin A, yang akhirnya akan mengalami pertumbuhan lambat. 
Adanya cacing dalam usus halus menyebabkan keluhan tidak jelas seperti nyeri perut dan kembung. Obstruksi usus juga dapat terjadi walaupun jarang yang dikarenakan oleh massa cacing pada anak yang terinfeksi berat, insiden puncak terjadi pada umur 1-6 tahun. Mulainya biasanya mendadak dengan nyeri perut kolik berat dan muntah, yang dapat berbercak empedu. Gejala ini dapat memburuk dengan cepat dan menyertai perjalanan yang serupa dengan obstruksi usus akut dengan etiologi lain. Migrasi cacing Ascaris ke saluran empedu telah dilaporkan, terutama yang terjadi di Filipina dan Cina; kemungkinan keadaan ini bertambah pada anak yang terinfeksi berat. Mulainya adalah akut dengan nyeri kolik perut, nausea, muntah, dan demam. Ikterus jarang ditemukan (Berhman, 1999).

F.     Komplikasi
Komplikasi dari penyakit Ascariasis adalah sebagai berikut :
1.  Spoilative actio
Anak yang menderita askariasis umumnya dalam keadaan distrofi. Pada penyelidikan ternyata askariasis hanya mengambil sedikit karbohidrat ”hospes”, sedangkan protein dan lemak tidak diambilnya. Juga askariasis tidak mengambil darah hospes. Dapat ditarik kesimpulan bahwa distrofi pada penderita askariasis disebabkan oleh diare dan anoreksia.
2.  Toksin
Chimura dan Fuji berhasil membuat ekstrak askariasis yang disebut askaron yang kemudian ketika disuntikkan pada binatang percobaan (kuda) menyebabkan renjatan dan kematian, tetapi kemudian pada penyelidikan berikutnya tidak ditemukan toksin yang spesifik dari askaris. Mungkin renjatan yang terjadi tersebut disebabkan oleh protein asing.
3. Alergi
Terutama disebabkan larva yang dalam siklusnya masuk kedalam darah, sehingga sesudah siklus pertama timbul alergi terhadap protein askaris. Karenanya pada siklus berikut dapat timbul manifestasi alergi berupa asma bronkiale, ultikaria, hipereosinofilia, dan sindrom Loffler. Sindrom Loffler merupakan kelainan dimana terdapat infiltrat (eosinofil) dalam paru yang menyerupai bronkopneumonia atipik. Infiltrat cepat menghilang sendiri dan cepat timbul lagi dibagian paru lain.
Gambaran radiologisnya menyerupai tuberkulosis miliaris. Disamping itu terdapat hiperesinofilia (40-70%). Sindrom ini diduga disebabkan oleh larva yang masuk ke dalam lumen alveolus, diikuti oleh sel eosinofil. Tetapi masih diragukan, karena misalnya di indonesia dengan infeksi askaris yang sangat banyak, sindrom ini sangat jarang terdapat, sedangkan di daerah dengan jumlah penderita askariasis yang rendah, kadang-kadang juga ditemukan sindrom ini.
4. Traumatik action
Askaris dapat menyebabkan abses di dinding usus, perforasi dan kemudian peritonitis. Yang lebih sering terjadi cacing-cacing askaris ini berkumpul dalam usus, menyebabkan obstuksi usus dengan segala akibatnya. Anak dengan gejala demikian segera dikirim ke bagian radiologi untuk dilakukan pemeriksaan dengan barium enema guna mengetahui letak obstruksi.
Biasanya dengan tindakan ini cacing-cacing juga dapat terlepas dari gumpalannya sehingga obstruksi dapat dihilangkan. Jika cara ini tidak menolong, maka dilakukan tindakan operatif. Pada foto rontgen akan tampak gambaran garis-garis panjang dan gelap (filling defect).
5. Errantic action
Askaris dapat berada dalam lambung sehingga menimbulkan gejala mual, muntah, nyeri perut terutama di daerah epigastrium, kolik. Gejala hilang bila cacing dapat keluar bersama muntah. Dari nasofaring cacing dapat ke tuba Eustachii sehingga dapat timbul otitis media akut (OMA) kemudian bila terjadi perforasi, cacing akan keluar. Selain melalui jalan tersebut cacing dari nasofaring dapat menuju laring, kemudian trakea dan bronkus sehingga terjadi afiksia. Askaris dapat menetap di dalam duktus koledopus dan bila menyumbat saluran tersebut, dapat terjadi icterus obstruktif. Cacing dapat juga menyebabkan iritasi dan infeksi sekunder hati jika terdapat dalam jumlah banyak dalam colon maka dapat merangsang dan menyebabkan diare yang berat sehingga dapat timbul apendisitis akut.
6. Irritative Action
Terutama terjadi jika terdapat banyak cacing dalam usus halus maupun kolon. Akibat hal ini dapat terjadi diare dan muntah sehingga dapat terjadi dehidrasi dan asidosis dan bila berlangsung menahun dapat terjadi malnutrisi.
7. Komplikasi lain
Dalam siklusnya larva dapat masuk ke otak sehingga timbul abses-abses kecil; ke ginjal menyebabkan nefritis; ke hati menyebabkan abses-abses kecil dan hepatitis. Di indonesia komplikasi ini jarang terjadi tetapi di Sri Langka dan Filipina banyak menyebabkan kematian.

G.    Pencegahan
Untuk pencegahan, terutama dengan menjaga hygiene dan sanitasi, tidak buang air besar di sembarang tempat, melindungi makanan dari pencemaran kotoran, mencuci bersih tangan sebelum makan, dan tidak memakai/ tinja manusia sebagai pupuk tanaman. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut.
1.  Mengadakan kemoterapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.
2.  Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.
3.  Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup cacing misalnya memakai WC.
4.  Makan makanan yang dimasak saja.
5.  Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk.

H.    Diagnosis
1.    Ditegakkan dengan :
a. Menemukan telur Ascaris lumbricoides dalam tinja.
b. Cacing ascaris keluar bersama muntah atau tinja penderita
2.  Pemeriksaan Laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah detemukan periferal eosinofilia.
b. Ditemukan larva pada lambung atau saluran pernafasan pada tenyakit paru.
c. Pemeriksaan mikroskopik pada hapusan tinja dapat digunakan untuk memeriksa sejumlah besar telur yang di ekskresikan melalui anus.
3. Pemeriksaan Foto
a. Foto thoraks menunjukkan gambaran otak pada lapang pandang paru seperti pada sindrom Loeffler
b. Penyakit pada saluran empedu
c. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) memiliki sensitivitas 90% dalam membantu mendiagnosis biliary ascariasis.
d. Ultrasonography memiliki sensitivitas 50% untuk membantu membuat diagnosis biliary ascariasis.

I. Pengobatan
1. Obat pilihan: piperazin sitrat (antepar) 150 mg/kg BB/hari, dosis tunggal dengan dosis maksimum 3 g/hari
2. Heksil resorsinol dengan dosis100 mg/tahun (umur)
3. Oleum kenopodii dengan dosis 1 tetes/tahun (umur)
4. Santonin : tidak membinasakan askaris tetapi hanya melemahkan. Biasanya dicampur dengan kalomel (HgCl= laksans ringan) dalam jumlah yang sama diberikan selama 3 hari berturut-turut.
Dosis : 0-1 tahun = 3 x 5 mg
1-3 tahun = 3 x 10 mg
3-5 tahun = 3 x 15 mg
Lebih dari 5 tahun =3 x 20 mg
Dewasa = 3 x 25 mg
5. Pirantel pamoat (combantrin) dengan dosis 10 mg/ kg BB/hari dosis tunggal.
6. Papain yaitu fermen dari batang pepaya yang kerjanya menghancurkan cacing. Preparatnya : Fellardon.
7. Pengobatan gastrointestinal ascariasis menggunakan albendazole (400 mg P.O. sekali untuk semua usia), mabendazole (10mg P.O. untuk 3 hari atau 500mg P.O. sekali untuk segala usia) atau yrantel pamoate (11 mg/kg P.O. sakali, dosis maksimum 1 g). Piperazinum citrate (pertama : 150 mg/kg P.O. diikuti 6 kali dosis 6 mg/kg pada interval 12 hari).
Prognosis : baik, terutama jika tidak terdapat komplikasi dan cepat diberikan pengobatan.

I.       Pencegahan
Program pemberian antihilmitik yang dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Memberikan pengobatan pada semua individu pada daerah endemis
2. Memberikan pengobatan pada kelompok tertentu dengan frekuensi infeksi tinggi seperti anak-anak sekolah dasar.
3. Memberikan pengobatan pada individu berdasarkan intensitas penyakit atau infeksi yang telah lalu.
4. Peningkatan kondisi sanitasi
5.  Menghentikan penggunaan tinja sebagai pupuk.
6.  Memberikan pendidikan tentang cara-cara pencegahan ascariasis.


BAB III
Penutup

Kesimpulan
Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh Nemathelminthes Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit. Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak napas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu.