Friday, May 20, 2016

PSIKOLOGI : KONSEP DIRI



BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salah satu penentu dalam keberhasilan perkembangan adalah konsep diri. Konsep diri (self concept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya.
Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang. Perkembangan yang berlangsung kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan.
Segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki. Pandangan dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang sulit untuk diselesaikan, maka dari itu sangatlah penting untuk seorang fisioterapis memahami konsep diri. Memahami diri sendiri terlebih dahulu baru bisa memahami klien.

1.   Tujuan Pembelajaran
  • Memahami definisi konsep diri
  • Memahami dimensi konsep diri
  • Mengetahui aspek-aspek konsep diri
  • Memahami sub-variabel lain dalam konsep diri
  • Memahami konsep diri positif dan negatif
  • Memahami konsep diri dan kepribadian

BAB II
PEMBAHASAN

I.        PENGERTIAN KONSEP DIRI
Beberapa pengertian konsep diri menurut para ahli :
  • Menurut Burns (1982)
 Konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater, 1984), mendefisikan konsep diri sebagai sistem yang dinamis dan kompleks diri keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut.
  • Stuart dan Sudeen (1998)
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.
  • Seifert dan Hoffnung (1994)
Mendefinisikan konsep diri sebagai “suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang konsep diri.“
  • Cawagas (1983)
Menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
  • Santrock (1996)
Menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari konsep diri.
  • Atwater (1987)
Menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya.
Disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara seseorang untuk melihat dirinya secara utuh dengan semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain.

II.     DIMENSI KONSEP DIRI
Konsep diri terdiri dari beberapa dimensi. Dimensi konsep diri menurut Calhoun & Acocella (1990) memiliki tiga dimensi yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan tentang diri sendiri dan penilaian tentang diri sendiri.
a.      Pengetahuan tentang diri sendiri
Dimensi pertama dari konsep diri adalah mengenai apa yang kita ketahui mengenai diri kita, termasuk dalam hal ini jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, usia dan sebagainya. Kita memberikan julukan tertentu pada diri kita.
b.      Pengharapan tentang diri sendiri
Pandangan tentang diri kita tidak terlepas dari kemungkinan kita menjadi apa di masa mendatang. Pengharapan dapat dikatakan diri ideal. Setiap harapan dapat membangkitkan kekuatan yang mendorong untuk mencapai harapan tersebut di masa depan.
c.       Penilaian tentang diri sendiri
Penilaian menyangkut unsur evaluasi, seberapa besar kita menyukai diri kita sendiri. Semakin besar ketidaksesuaian antara gambaran kita tentang diri kita yang ideal dan yang aktual maka akan semakin rendah harga diri kita. Sebaliknya orang yang punya harga diri yang tinggi akan menyukai siapa dirinya, apa yang dikerjakanya dan sebagainya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dimensi penilaian merupakan komponen pembentukan konsep diri yang cukup signifikan. Deaux (1993 ) mengatakan bahwa kesenjangan antara diri kita yang aktual dan diri kita yang ideal akan bisa menimbulkan depresi, sementara semakin kecil kesenjangan antara diri kita yang aktual dan diri kita yang ideal akan menimbulkan kepuasan.

III.  ASPEK-ASPEK KONSEP DIRI

Konsep diri sendiri merupakan kombinasi dari berbagai aspek, yaitu citra diri, intensitas afektif, evaluasi diri, dan predisposisi tingkah laku (Burns, 1979). Sedangkan menurut Fuhrmann (1990) konsep diri ini meliputi keseluruhan persepsi diri individu dan penilaiannya terhadap diri pribadi, baik secara fisik, seksual, kognitif, moral, mengenai kemampuannya, nilai-nilai, kompetensi, penampilan, motivasi, tujuan, dan emosi.
Selain itu, masih ada beberapa landasan lain dalam pengungkapan aspek konsep diri. Widjajanti (1996) menggunakan teori kebutuhan Maslow sebagai landasan penyusunan angket konsep diri. Seperti yang dikutip oleh Widjajanti, sesuai dengan teori kebutuhan dari Maslow tersebut, dalam konsep diri terdapat beberapa aspek, yang meliputi :
1. Aspek fisik, meliputi penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya, seperti tubuh, pakaian, benda miliknya, dan lain sebagainya
2. Aspek psikis, meliputi pikiran, perasaan, dan sikap yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri
3. Aspek sosial, meliputi peranan sosial yang dimainkan individu dan penilaian individu terhadap peran tersebut
4. Aspek moral, meliputi nilai dan prinsip yang memberi arti serta arah bagi kehidupan seseorang
Bisa dikatakan bahwa konsep diri bukan merupakan suatu kesatuan ataupun generalisasi dari pikiran-pikiran tetapi mencakup bermacam-macam gambaran tentang diri, mulai dari bidang kognitif sampai dengan moral. Sedangkan bila disimpulkan, aspek-aspek yang terkandung dalam konsep diri yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Aspek fisik, meliputi penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya, seperti kondisi tubuh, penampilan fisik, keahlian, pakaian,
2.    Aspek kognitif, meliputi gambaran yang menyangkut daya ingat, kemampuan mengolah data, kemampuan matematika, verbal, dan akademik secara umum,
3.    Aspek emosi, meliputi ketrampilan individu terhadap pengelolaan impuls dan irama perubahan emosinya,
4.    Aspek sosial, meliputi kemampuan dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya, perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosial dengan orang lain secara umum,
5.    Aspek moral etik yang aspek moral, meliputi nilai dan prinsip yang memberi arti serta arah bagi kehidupan seseorang, arti dan nilai moral, hubungan dengan Tuhan, perasaan menjadi orang “baik atau berdosa”, dan kepuasan atau ketidakpuasan terhadap agama yang dianut,
6.    Aspek seksual, meliputi pikiran dan perasaan individu terhadap perilaku dan pasangannya dalam hal seksualitas,
7.    Aspek keluarga, meliputi arti keberadaan diri di dalam keluarga, hubungan dengan dan dalam keluarga
8.    Aspek diri secara keseluruhan, meliputi pikiran, perasaan, dan sikap yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri
Kombinasi dari keseluruhan aspek tersebut adalah gambaran mengenai diri seseorang, baik persepsi terhadap diri nyatanya maupun penilaian berdasarkan harapannya.

IV.       SUB-VARIABEL LAIN DALAM KONSEP DIRI
Menurut Fitts, bahwa terdapat pula sub-variabel lain yang mengukur aspek lain dari konsep diri yang terdiri atas :
a.    Aspek kritik diri
Aspek dari kritik diri ini menggambarkan sikap “keterbukaan” diri dalam menggambarkan diri pribadi. Aspek ini diukur dengan menggunakan pertanyaan yang bersifat merendahkan dan kurang menyenangkan mengenai diri seorang individu, diyatakan secara halus sehingga pada umumnya individu akan mau mengakui sebagai sesuatu kebenaran bagi dirinya sendiri. Derajat keterbukaan dari diri yang terlalu rendah menunjukan sikap definisi individu yang nomal memiliki derajat kritik diri yang tinggi, namun derajat yang terlalu tinggi (di atas 99%) justru menunjukkan individu yang kurang defensif dan kemungkinan memiliki kelainan psikologis.

b.   Aspek Variabilitas
Aspek ini adalah penggambaran derajat integritas dan konsistensi persepsi seorang individu tentang dirinya sendiri dari satu bagian diri ke bagian diri lainnya. Derajat variabilitas yang tinggi, menunjukkan diri yang terintegrasi sedangkan derajat yang terlalu rendah, menunjukan adanya kekakuan pada seorang diri individu. Derajat variabilitas yang optimal berada dibawah rata-rata, namun diatas persentil 1 (satu).

c.    Aspek distribusi
Aspek distribusi dari diri ini adalah menggambarkan keyakinan diri atau kemantapan seorang individu dalam melihat dirinya. Derajat distribusi yang tinggi, menunjukan rasa pasti seorang diri  individu dalam menilai dirinya sendiri sedangkan edrajat distribusi yang rendah, menunjukan keraguan seseorang individu terhadap dirinya atau kekaburan dalam mengenali dirinya.

V. KONSEP DIRI POSITIF DAN NEGATIF
Pandangan seorang individu terhadap dirinya sendiri, yang diperolehnya dari informasi melalui interaksinya dengan orang-orang lain, yang dikenal dengan konsep diri, kiranya akan jatuh di antara dua kutub. Kutub pertama adalah konsep diri positif dan kutub yang satunya lagi adalah konsep diri negatif. Dengan mengetahui kedua perbedaan dari pengertian konsep diri tersebut, kiranya akan lebih membantu dan memberi kemampuan dalam penilaian ke arah mana condongnya konsep diri seorang individu.
Penempatan nilai yang tinggi pada sifat rendah hati yang dilakukan seorang individu, dapat diasumsikan bahwa suatu konsep diri yang benar-benar positif adalah suatu kuantitas yang agak berbahaya bagi dirinya. Bagaimanapun juga, jika seorang individu merasa bahwa segala sesuatu tentang dirinya sendiri sempurna, tidakkah individu ini mungkin akan menjadi angkuh ? Bagaimana pula jika seorang individu sangat mencintai dirinya sendiri, tidakkah individu ini mungkin akan memanfaatkan orang lain untuk memenuhi keinginannya sendiri ? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini adalah bahwa pada dasarnya, konsep diri yang positif bukanlah terletak pada kebanggaan yang besar tentang diri, tetapi lebih didasarkan kepada bentuk penerimaan diri. Dalam hal ini diyakini bahwa kualitas penerimaan diri ini lebih mungkin mengarah kepada kerendahan hati dan kedermawanan daripada kepada keangkuhan dan keegoisan.
Wicklund dan Frey (1980 dalam Calhoun, 1990 : 73) menyatakan pendapatnya bahwa yang menjadikan penerimaan diri kepada bentuk konsep diri positif adalah dikarenakan seorang individu mengenal dengan konsep diri positif. Menurut Chodorkoff (1954 dalam Calhoun, 1990 : 73), konsep diri positif ini berisi berbagai "kotak kepribadian", sehingga seorang individu dapat menyimpan informasi tentang dirinya sendiri, baik itu informasi yang negatif maupun yang positif. Jadi, seorang individu dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri.
Misalnya, seorang individu yang cacat tubuh masih kompeten sebagai seorang ahli hukum atau seorang politikus, tetapi tidak kompeten sebagai seorang perwira polisi. Sebagai seorang staf pengajar, saya mempunyai status sosial yang baik tapi tidak baik dalam penghasilan (materi ekonomi); Saya sangat mencintai kedua orang tua saya, tapi kini mereka telah tiada. Contoh-contoh ini kiranya memberi pengertian dan menjelaskan bahwa secara mental seorang individu yang memiliki konsep diri positif dapat menyerap semua informasi, sehingga dengan demikian tidak satupun dari informasi tersebut merupakan ancaman bagi dirinya.
Pengertian konsep diri positif yang dimiliki seorang individu adalah adanya kemampuan cakupan yang luas dari diri untuk dapat menampung seluruh pengalaman mentalnya, sehingga evaluasi tentang dirinya sendiri menjadi positif. Individu dapat menerima dirinya sendiri secara apa adanya. Dalam hal ini, tidak berarti bahwa seorang individu yang memiliki konsep diri positif tidak pernah kecewa terhadap dirinya sendiri atau bahwa dia gagal mengenali kesalahannya sebagai suatu kesalahan. Namun, dia merasa tidak perlu meminta maaf atau merasa bersalah untuk eksistensinya.
Individu yang memiliki konsep diri positif juga dapat menerima orang lain. Hal
ini kiranya senada dengan ungkapan dari para leluhur, "cubitlah dirimu sendiri sebelum kamu mencubit orang lain", yang kiranya dapat diinterpretasikan sebagai cinta pada diri sendiri adalah prasyarat untuk dapat mencintai orang lain. Dalam dimensi pengharapan dari diri, seorang individu dengan konsep diri positif, merancang tujuan-tujuan yang sesuai dan realistis dalam penilaian dirinya. Seperti semua individu, secara berkala kadang-kadang seorang individu dengan konsep diri yang positif dapat saja berkhayal menjadi bintang rock atau memenangkan kejuaraan tinju kelas berat atau menerima penghargaan nobel, dan sebagainya. Tetapi, tujuan yang benar-benar dirancang seorang individu dengan konsep diri yang positif untuk dirinya sendiri adalah realistis. Artinya, individu dengan konsep diri positif tersebut telah melakukan penilaian diri yang baik dan karena itu ia memiliki kemungkinan besar untuk dapat mencapai tujuannya tersebut. Di samping tujuan yang realistis tersebut berharga bagi dirinya, sehingga kalau individu tersebut berhasil mencapainya maka hal itu akan dapat dijadikannya sebagai alasan untuk memuji dirinya sendiri.  
Hal yang lebih penting dari dimensi pengharapan yang realistik tentang pencapaian dari seorang individu dengan konsep diri yang positif adalah pengharapannya tentang kehidupannya sebagai seorang individu, yaitu idenya tentang apa yang diberikan oleh kehidupan kepadanya dan bagaimana seharusnya dirinya mendekati dunia. Pada bidang inilah, konsep diri yang positif mungkin lebih banyak menjadi modal yang lebih berharga dibanding dengan dimensi diri yang  lainnya. 
Titik pusat dari pengertian konsep diri yang positif adalah adanya cakupan yang luas dan cukup beragam dari diri seorang individu untuk mengasimilasikan seluruh pengalamannya. Dalam pengertian ini juga terkandung bahwa segala sesuatu informasi baru, bukanlah sesuatu yang merupakan ancaman bagi dirinya sehingga tidak menimbulkan kecemasan baginya. Dengan kata lain, seorang individu dengan konsep diri yang positif dapat menghadapi kehidupan di depannya.
Hal ini membedakannya dengan seorang individu yang memiliki konsep diri negatif, dimana kehidupannya dijalani dalam suatu benteng pertahanan diri. Seorang individu dengan konsep diri yang positif, dapat tampil ke depan secara bebas. Baginya, hidup adalah suatu proses penemuan. Ia mengharapkan, kehidupannya dapat membuat dirinya tertarik, dapat memberinya kejutan, dan memberinya penghargaan
Dengan demikian, seorang individu dengan konsep diri yang positif akan bertindak dengan berani dan spontan serta memperlakukan individu lain dengan hangat dan hormat. Oleh karena seorang individu dengan konsep diri positif menghadapi kehidupannya dengan cara-cara yang telah dikemukakan, kehidupannya akan terasa menyenangkan, penuh
kejutan, dan penuh penghargaan. Jadi, konsep diri yang positif adalah bagian dari hubungan yang melingkar antar bagian-bagian dari dalam diri seorang individu yang berdimensi konstruktif.    
Kutub lain dari konsep diri, selain yang positif adalah kutub konsep diri yang negatif. Pada konsep diri yang negatif, dimensi diri yang terdiri atas pengetahuan, evaluasi, dan pengharapan dari seorang individu tentang dirinya sendiri adalah sangat sedikit dan kurang realistis. Pada konsep diri negatif, dapat dibedakan dalam 2 jenis, yaitu :

1.    Pandangan seorang individu tentang dirinya sendiri yang benar-benar tidak teratur dimana individu tersebut tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Dalam arti ini, individu dengan konsep diri yang negatif ini, benar-benar tidak tahu siapa dirinya, apa kekuatan dan kelemahannya, atau apa yang dia hargai dalam hidupnya. Menurut Erikson (1968 dalam Calhoun 1990 : 72), kondisi ini umum dan normal di antara banyak para remaja. Konsep diri para remaja kerapkali menjadi tidak teratur untuk sementara waktu dan ini terjadi pada saat transisi dari peran anak ke peran orang dewasa. Tetapi, pada orang dewasa hal ini mungkin dianggap sebagai suatu tanda ketidakmampuan penyesuaian diri. 
2.    Hampir merupakan lawan dari pengertian konsep diri negatif yang pertama. Pada jenis konsep diri negatif yang kedua ini, malah konsep diri itu terlalu stabil dan terlalu teratur. Dengan kata lain, konsep diri negatif yang kedua ini bersifat kaku. Hal ini dimungkinkan, karena seorang individu dengan konsep diri yang negatif seperti ini, biasanya dididik dengan sangat keras. Akibatnya, individu ini menciptakan citra diri bagi dirinya, yang tidak mengijinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum besi yang ada dalam pikirannya. Cara hidup seperti ini adalah merupakan cara hidup yang dianggapnya tepat. 
Pada kedua jenis konsep diri negatif, informasi baru tentang diri yang dialami seorang individu hampir pasti menjadi penyebab kecemasan dan rasa ancaman terhadap dirinya. Tidak satupun dari kedua konsep diri negatif cukup bervariasi untuk menyerap berbagai macam informasi tentang diri. Setiap hari pikiran individu mengalami proses pemilihan yang ketat tentang berbagai macam dorongan, ingatan, dan tanggapan yang semuanya itu merefleksi pada dirinya.
Jadi, supaya individu memahami dan menerima dirinya sendiri, konsep diri seorang individu harus dilengkapi dengan "kotak kepribadian" yang cukup luas, yang dapat menyimpan bermacam-macam fakta yang berbeda tentang dirinya sendiri. Dengan kata lain, suatu konstruk konsep diri, idealnya adalah harus luas dan tersusun dengan teratur.  Individu dengan konsep diri yang tidak teratur atau konsep diri yang sempit, benar-benar tidak memiliki kategori mental yang dapat dikaitkannya dengan informasi yang bertentangan mengenai dirinya (Sullivan, 1953 dalam Calhoun, 1990 : 72).
Oleh karena itu, individu dengan konsep diri negatif, selalu mengubah terus menerus konsep dirinya atau individu tersebut melindungi konsep dirinya yang kaku, dengan cara mengubah ataupun menolak semua informasi baru yang bertentangan dengan citra dirinya yang telah ditetapkannya.  Dalam kaitannya dengan dimensi evaluasi diri, seorang individu dengan konsep diri yang negatif menurut definisinya meliputi penilaian negatif terhadap dirinya sendiri. Apapun pribadi itu, individu dengan konsep diri negatif ini tidak
pernah cukup baik. Apapun yang diperolehnya, tampaknya tidak berharga bila dibandingkan dengan apa yang diperoleh oleh orang lain (seperti yang dikatakan dengan tegas oleh Ralph Waldo Emerson, pada saat kehilangan semangat, "setiap pekerjaan tampaknya mengagumkan bagiku, kecuali pekerjaan yang dapat saya kerjakan" dalam Calhoun, 1990 : 72). Hal ini merupakan penuntun ke arah kelemahan emosional. Menurut Dobson dan Shaw (1987 dalam Calhoun, 1990).
Melalui hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konsep diri negatif yang dimiliki seorang individu, seringkali berhubungan dengan depresi klinis. Dalam hal ini menurut mereka, individu dengan konsep diri negatif mungkin akan mengalami kecemasan secara ajeg, dikarenakan menghadapi informasi tentang dirinya sendiri yang tidak dapat diterimanya dengan baik dan yang mengancam konsep dirinya. Dalam kasus ini, depresi atau kecemasan dan kekecewaan emosional akan mengikis harga diri yang menyebabkan munculnya sebuah kekecewaan emosional yang lebih parah dan seterusnya bak sebuah lingkaran setan. 
Untuk dapat menjelaskan dimensi dari seorang individu yang memiliki konsep diri negatif, Rotter (1954 dalam  Calhoun, 1990 : 73) memaparkan contoh sebagai berikut. Seorang siswa dengan konsep diri negatif dapat memasuki dan lulus dengan pas-pasan kursus yang terkenal mudah, atau dia dapat menentukan beberapa tujuan yang sangat tinggi (misalnya semua bernilai A), dan tentu saja dia gagal untuk mencapainya. Dalam kedua hal tersebut, sebenarnya individu tersebut telah menjebak dirinya sendiri dan menghantam harga dirinya, baik dengan jalan mencapai suatu tujuan yang tak seorang pun, termasuk dirinya, menganggapnya sebagai suatu keberhasilan, atau dengan gagalnya untuk mencapai cita-citanya.
Dalam kedua kejadian tersebut, mungkin yang sedang terjadi adalah         pembenaran ramalannya sendiri bahwa ia percaya dirinya tidak dapat mencapai suatu apapun yang berharga. Individu ini merancang pengharapannya sedemikian rupa, sehingga dalam kenyataannya ia tidak mencapai suatu apapun yang berharga. Kegagalan ini, sebaliknya merusak harga dirinya yang sudah rapuh, yang kemudian membuat kekakuan atau ketidakteraturan citra dirinya lebih parah. Dengan kata lain, suatu lingkaran setan mengenai penghancuran diri akan terus memperparah konsep dirinya menjadi negatif.     

VI. KONSEP DIRI DAN KEPRIBADIAN
Konsep kepribadian (personality) dibahas secara teoretis oleh para pakar melalui berbagai sudut pandang yang beraneka ragam, diantaranya menekankan pembahasan kepribadian pada pengaruh sosial dan lingkungan terhadap pembentukan kepribadian secara kontinu dari waktu ke waktu, serta menekankan pada pengaruh faktor keturunan dan pengalaman di awal masa kecil terhadap pembentukan kepribadian.
Tiga karakteristik yang perlu dibahas dalam pembahasan mengenai kepribadian adalah kepribadian mencerminkan perbedaan antarindividu, kepribadian bersifat konsisten dan berkelanjutan, dan kepribadian dapat mengalami perubahan. Dalam mempelajari kaitan antara kepribadian dan perilaku konsumen, 3 teori kepribadian yang sering digunakan sebagai acuan adalah teori Freudian, Neo Freudian dan teori traits.
Teori Freudian yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud, mengungkapkan teori psychoanalytic dari kepribadian yang menjadi landasan dalam ilmu psikologi. Berdasarkan teori Freud, kepribadian manusia terdiri dari 3 bagian atau sistem yang saling berinteraksi satu sama lain. Ketiga bagian tersebut adalah id, superego dan ego. Teori kepribadian Neo-Freudian mengemukakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pembentukan kepribadian manusia bukan dari dirinya sendiri, tetapi dari hubungan sosial. Berdasarkan teori trait, kepribadian diukur melalui beberapa karakteristik psikologis yang bersifat spesifik yang disebut dengan trait. Salah satu tes yang dikenal adalah selected single-trait personality.
Dalam pemahaman mengenai berbagai karakteristik konsumen yang mempengaruhi perilaku mereka dalam melakukan pembelian, beberapa diantaranya adalah keinovatifan konsumen, faktor kognitif konsumen, tingkat materialisme konsumen, dan ethnocentrism konsumen.
Selain product personality, konsumen juga mengenal brand personality, di mana mereka melihat perbedaan trait pada tiap produk yang berbeda juga. Semua kesan yang berhasil ditampilkan oleh merek tersebut dalam benak konsumen menggambarkan bahwa konsumen dapat melihat karakteristik tertentu dari produk, kemudian membentuk brand personality. Dalam persaingan yang semakin ketat, pemahaman akan kepribadian, konsep diri, gaya hidup serta faktor psikografis dari konsumen merupakan salah satu cara memenangkan hati konsumen karena pendekatan yang dilakukan telah sesuai dengan karakteristik konsumen

A.      KEPRIBADIAN
Beberapa definisi kepribadian menurut pakar adalah sebagai berikut :
We propose that personality be defined as those inner psychological characteristics that both determine and reflect how a person responds to his or her environment (Schiffman dan Kanuk, 2004).
Personality has many meanings. In consumer studies, personality is defined as consistent responses to environtmental stimuli (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995). 
Tiga karakteristik yang perlu dibahas dalam pembahasan mengenai kepribadian, yaitu :
1.    Kepribadian mencerminkan perbedaan antar individu
Kepribadian menunjukkan karakteristik terdalam pada diri manusia Ia merupakan gabungan banyak faktor yang unik dari seorang manusia. Tidak ada manusia yang sama persis. Jika perilaku seseorang telah bisa menggambarkan perbedaan dengan orang lain, maka ia telah memiliki kepribadian yang berbeda dengan orang tersebut.
2.    Kepribadian bersifat konsisten dan berkelanjutan
Kepribadian individu telah terbentuk sejak masa kecil dan telah mempengaruhi perilaku individu tersebut secara konsisten dalam waktu yang relatif lama. Kepribadian cenderung bersifat permanen dan sulit berubah
3.    Kepribadian dapat mengalami perubahan
Kepribadian bersifat permanen dan konsisten, namun bukan berarti tidak bisa berubah. Situasi yang dihadapi seseorang bisa menyebabkan ia mengubah kepribadiannya, seiring dengan perubahan tingkat kedewasaannya.
Berdasarkan teori Freud, kepribadian manusia terdiri dari 3 bagian atau sistem yang saling berinteraksi satu sama lain. Ketiga bagian tersebut, yaitu :
1. Id merupakan komponen kepribadian yang berupa dorongan-dorongan (drives) yang bersifat primitive dan impulsive. Contohnya : haus dan lapar.
2. Superego, merupakan ekspresi individu atas norma, moralitas, maupun code of conduct etika yang berlaku.
3. Ego, merupakan komponen ketiga dalam kepribadian manusia yang merupakan control di bawah sadar yang menyeimbangkan dorongan-dorongan yang bersifat impulsive dan batasan-batasan sosial kultural dalam masyarakat.

BAB III
PENUTUP

I.     KESIMPULAN
Konsep diri adalah cara seseorang untuk melihat dirinya secara utuh dengan semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain. Dimensi konsep diri terbagi menjadi 3, yaitu :
1.    Pengetahuan tentang diri sendiri
2.    Pengharapan tentang diri sendiri
3.    Penilaian tentang diri sendiri

Dalam konsep diri terdapat beberapa aspek, antara lain :
1.    Aspek fisik
2.    Aspek psikis
3.    Aspek sosial
4.    Aspek moral
Sub-variabel lain yang mengukur aspek lain dari konsep diri yang terdiri atas :
1.    Aspek kritik diri
2.    Aspek variabilitas
3.    Aspek distribusi
Pengertian konsep diri positif yang dimiliki seorang individu adalah adanya kemampuan cakupan yang luas dari diri untuk dapat menampung seluruh pengalaman mentalnya, sehingga evaluasi tentang dirinya sendiri menjadi positif.
Pada konsep diri yang negatif, dimensi diri yang terdiri atas pengetahuan, evaluasi, dan pengharapan dari seorang individu tentang dirinya sendiri adalah sangat sedikit dan kurang realistis.
Tiga karakteristik mengenai kepribadian adalah kepribadian mencerminkan perbedaan antarindividu, kepribadian bersifat konsisten dan berkelanjutan, dan kepribadian dapat mengalami perubahan.

II.      SARAN
Untuk membangun konsep diri, kita harus belajar menyukai diri sendiri, mengembangkan pikiran positif, memperbaiki hubungan interpersonal ke arah yang lebih baik, sikap aktif yang positif, dan menjaga keseimbangan hidup.
Semua yang kita lakukan pasti ada manfaatnya begitu juga dalam memahami konsep diri, kita menjadi bangga dengan diri sendiri, percaya diri penuh, dapat beradaptasi dengan lingkungan, dan mencapai sebuah kebahagiaan dalam hidup.


No comments:

Post a Comment