BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu penentu dalam
keberhasilan perkembangan adalah konsep diri. Konsep diri (self concept) merupakan
suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia.
Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan
untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya.
Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap
dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme
yang memiliki dorongan untuk berkembang. Perkembangan yang berlangsung kemudian
membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan.
Segala keberhasilan banyak
bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki.
Pandangan dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki
mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang sulit
untuk diselesaikan, maka dari itu sangatlah penting untuk seorang fisioterapis
memahami konsep diri. Memahami diri sendiri terlebih dahulu baru bisa memahami
klien.
1. Tujuan
Pembelajaran
- Memahami definisi konsep diri
- Memahami dimensi konsep diri
- Mengetahui aspek-aspek konsep diri
- Memahami sub-variabel lain dalam konsep diri
- Memahami konsep diri positif dan negatif
- Memahami konsep diri dan kepribadian
BAB II
PEMBAHASAN
I.
PENGERTIAN KONSEP DIRI
Beberapa pengertian konsep diri
menurut para ahli :
- Menurut Burns (1982)
Konsep
diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri.
Sedangkan Pemily (dalam Atwater, 1984), mendefisikan konsep diri sebagai sistem
yang dinamis dan kompleks diri keyakinan yang dimiliki seseorang tentang
dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang
unik dari individu tersebut.
- Stuart dan Sudeen (1998)
Konsep diri
adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu
tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.
- Seifert dan Hoffnung (1994)
Mendefinisikan
konsep diri sebagai “suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang konsep
diri.“
- Cawagas (1983)
Menjelaskan
bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya,
karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau
kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
- Santrock (1996)
Menggunakan
istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari konsep diri.
- Atwater (1987)
Menyebutkan
bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi
seseorang tentang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang
berhubungan dengan dirinya.
Disimpulkan bahwa konsep diri adalah
cara seseorang untuk melihat dirinya secara utuh dengan semua ide, pikiran,
kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan
orang lain.
II. DIMENSI
KONSEP DIRI
Konsep diri
terdiri dari beberapa dimensi. Dimensi konsep diri menurut Calhoun &
Acocella (1990) memiliki tiga dimensi yaitu pengetahuan tentang diri sendiri,
pengharapan tentang diri sendiri dan penilaian tentang diri sendiri.
a. Pengetahuan
tentang diri sendiri
Dimensi
pertama dari konsep diri adalah mengenai apa yang kita ketahui mengenai diri
kita, termasuk dalam hal ini jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, usia dan sebagainya.
Kita memberikan julukan tertentu pada diri kita.
b. Pengharapan
tentang diri sendiri
Pandangan
tentang diri kita tidak terlepas dari kemungkinan kita menjadi apa di masa
mendatang. Pengharapan dapat dikatakan diri ideal. Setiap harapan dapat
membangkitkan kekuatan yang mendorong untuk mencapai harapan tersebut di masa
depan.
c. Penilaian
tentang diri sendiri
Penilaian
menyangkut unsur evaluasi, seberapa besar kita menyukai diri kita sendiri.
Semakin besar ketidaksesuaian antara gambaran kita tentang diri kita yang ideal
dan yang aktual maka akan semakin rendah harga diri kita. Sebaliknya orang yang
punya harga diri yang tinggi akan menyukai siapa dirinya, apa yang dikerjakanya
dan sebagainya.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa dimensi penilaian merupakan komponen pembentukan
konsep diri yang cukup signifikan. Deaux (1993 ) mengatakan bahwa kesenjangan
antara diri kita yang aktual dan diri kita yang ideal akan bisa menimbulkan
depresi, sementara semakin kecil kesenjangan antara diri kita yang aktual dan
diri kita yang ideal akan menimbulkan kepuasan.
III. ASPEK-ASPEK
KONSEP DIRI
Konsep diri sendiri
merupakan kombinasi dari berbagai aspek, yaitu citra diri, intensitas afektif,
evaluasi diri, dan predisposisi tingkah laku (Burns, 1979). Sedangkan menurut
Fuhrmann (1990) konsep diri ini meliputi keseluruhan persepsi diri individu dan
penilaiannya terhadap diri pribadi, baik secara fisik, seksual, kognitif,
moral, mengenai kemampuannya, nilai-nilai, kompetensi, penampilan, motivasi,
tujuan, dan emosi.
Selain
itu, masih ada beberapa landasan lain dalam pengungkapan aspek konsep diri.
Widjajanti (1996) menggunakan teori kebutuhan Maslow sebagai landasan
penyusunan angket konsep diri. Seperti yang dikutip oleh Widjajanti, sesuai
dengan teori kebutuhan dari Maslow tersebut, dalam konsep diri terdapat
beberapa aspek, yang meliputi :
1.
Aspek fisik, meliputi penilaian individu terhadap segala sesuatu yang
dimilikinya, seperti tubuh, pakaian, benda miliknya, dan lain sebagainya
2. Aspek psikis, meliputi pikiran,
perasaan, dan sikap yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri
3. Aspek sosial, meliputi peranan
sosial yang dimainkan individu dan penilaian individu terhadap peran tersebut
4. Aspek moral, meliputi nilai dan
prinsip yang memberi arti serta arah bagi kehidupan seseorang
Bisa dikatakan bahwa konsep diri bukan merupakan
suatu kesatuan ataupun generalisasi dari pikiran-pikiran tetapi mencakup bermacam-macam
gambaran tentang diri, mulai dari bidang kognitif sampai dengan moral. Sedangkan
bila disimpulkan, aspek-aspek yang terkandung dalam konsep diri yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Aspek
fisik, meliputi penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya,
seperti kondisi tubuh, penampilan fisik, keahlian, pakaian,
2.
Aspek kognitif,
meliputi gambaran yang menyangkut daya ingat, kemampuan mengolah data,
kemampuan matematika, verbal, dan akademik secara umum,
3.
Aspek emosi, meliputi
ketrampilan individu terhadap pengelolaan impuls dan irama perubahan emosinya,
4.
Aspek sosial, meliputi
kemampuan dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya, perasaan mampu dan
berharga dalam lingkup interaksi sosial dengan orang lain secara umum,
5.
Aspek moral etik yang
aspek moral, meliputi nilai dan prinsip yang memberi arti serta arah bagi
kehidupan seseorang, arti dan nilai moral, hubungan dengan Tuhan, perasaan
menjadi orang “baik atau berdosa”, dan kepuasan atau ketidakpuasan terhadap
agama yang dianut,
6.
Aspek seksual, meliputi
pikiran dan perasaan individu terhadap perilaku dan pasangannya dalam hal
seksualitas,
7.
Aspek keluarga,
meliputi arti keberadaan diri di dalam keluarga, hubungan dengan dan dalam
keluarga
8.
Aspek diri secara
keseluruhan, meliputi pikiran, perasaan, dan sikap yang dimiliki individu
terhadap dirinya sendiri
Kombinasi
dari keseluruhan aspek tersebut adalah gambaran mengenai diri seseorang, baik
persepsi terhadap diri nyatanya maupun penilaian berdasarkan harapannya.
IV.
SUB-VARIABEL LAIN DALAM KONSEP DIRI
Menurut
Fitts, bahwa terdapat pula sub-variabel lain yang mengukur aspek lain dari
konsep diri yang terdiri atas :
a.
Aspek
kritik diri
Aspek
dari kritik diri ini menggambarkan sikap “keterbukaan” diri dalam menggambarkan
diri pribadi. Aspek ini diukur dengan menggunakan pertanyaan yang bersifat
merendahkan dan kurang menyenangkan mengenai diri seorang individu, diyatakan secara
halus sehingga pada umumnya individu akan mau mengakui sebagai sesuatu kebenaran
bagi dirinya sendiri. Derajat keterbukaan dari diri yang terlalu rendah
menunjukan sikap definisi individu yang nomal memiliki derajat kritik diri yang
tinggi, namun derajat yang terlalu tinggi (di atas 99%) justru menunjukkan
individu yang kurang defensif dan kemungkinan memiliki kelainan psikologis.
b.
Aspek
Variabilitas
Aspek ini adalah
penggambaran derajat integritas dan konsistensi persepsi seorang individu
tentang dirinya sendiri dari satu bagian diri ke bagian diri lainnya. Derajat
variabilitas yang tinggi, menunjukkan diri yang terintegrasi sedangkan derajat
yang terlalu rendah, menunjukan adanya kekakuan pada seorang diri individu. Derajat
variabilitas yang optimal berada dibawah rata-rata, namun diatas persentil 1 (satu).
c.
Aspek
distribusi
Aspek
distribusi dari diri ini adalah menggambarkan keyakinan diri atau kemantapan
seorang individu dalam melihat dirinya. Derajat distribusi yang tinggi,
menunjukan rasa pasti seorang diri
individu dalam menilai dirinya sendiri sedangkan edrajat distribusi yang
rendah, menunjukan keraguan seseorang individu terhadap dirinya atau kekaburan
dalam mengenali dirinya.
V. KONSEP
DIRI POSITIF DAN NEGATIF
Pandangan
seorang individu terhadap dirinya sendiri, yang diperolehnya dari informasi
melalui interaksinya dengan orang-orang lain, yang dikenal dengan konsep diri,
kiranya akan jatuh di antara dua kutub. Kutub pertama adalah konsep diri
positif dan kutub yang satunya lagi adalah konsep diri negatif. Dengan
mengetahui kedua perbedaan dari pengertian konsep diri tersebut, kiranya akan
lebih membantu dan memberi kemampuan dalam penilaian ke arah mana condongnya
konsep diri seorang individu.
Penempatan
nilai yang tinggi pada sifat rendah hati yang dilakukan seorang individu, dapat
diasumsikan bahwa suatu konsep diri yang benar-benar positif adalah suatu
kuantitas yang agak berbahaya bagi dirinya. Bagaimanapun juga, jika seorang
individu merasa bahwa segala sesuatu tentang dirinya sendiri sempurna, tidakkah
individu ini mungkin akan menjadi angkuh ? Bagaimana pula jika seorang individu
sangat mencintai dirinya sendiri, tidakkah individu ini mungkin akan
memanfaatkan orang lain untuk memenuhi keinginannya sendiri ? Jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan ini adalah bahwa pada dasarnya, konsep diri yang positif
bukanlah terletak pada kebanggaan yang besar tentang diri, tetapi lebih
didasarkan kepada bentuk penerimaan diri. Dalam hal ini diyakini bahwa kualitas
penerimaan diri ini lebih mungkin mengarah kepada kerendahan hati dan
kedermawanan daripada kepada keangkuhan dan keegoisan.
Wicklund dan
Frey (1980 dalam Calhoun, 1990 : 73) menyatakan pendapatnya bahwa yang
menjadikan penerimaan diri kepada bentuk konsep diri positif adalah dikarenakan
seorang individu mengenal dengan konsep diri positif. Menurut Chodorkoff (1954
dalam Calhoun, 1990 : 73), konsep diri positif ini berisi berbagai "kotak
kepribadian", sehingga seorang individu dapat menyimpan informasi tentang
dirinya sendiri, baik itu informasi yang negatif maupun yang positif. Jadi,
seorang individu dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima
sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri.
Misalnya,
seorang individu yang cacat tubuh masih kompeten sebagai seorang ahli hukum
atau seorang politikus, tetapi tidak kompeten sebagai seorang perwira polisi. Sebagai
seorang staf pengajar, saya mempunyai status sosial yang baik tapi tidak baik
dalam penghasilan (materi ekonomi); Saya sangat mencintai kedua orang tua saya,
tapi kini mereka telah tiada. Contoh-contoh ini kiranya memberi pengertian dan
menjelaskan bahwa secara mental seorang individu yang memiliki konsep diri
positif dapat menyerap semua informasi, sehingga dengan demikian tidak satupun
dari informasi tersebut merupakan ancaman bagi dirinya.
Pengertian
konsep diri positif yang dimiliki seorang individu adalah adanya kemampuan
cakupan yang luas dari diri untuk dapat menampung seluruh pengalaman mentalnya,
sehingga evaluasi tentang dirinya sendiri menjadi positif. Individu dapat
menerima dirinya sendiri secara apa adanya. Dalam hal ini, tidak berarti bahwa
seorang individu yang memiliki konsep diri positif tidak pernah kecewa terhadap
dirinya sendiri atau bahwa dia gagal mengenali kesalahannya sebagai suatu
kesalahan. Namun, dia merasa tidak perlu meminta maaf atau merasa bersalah
untuk eksistensinya.
Individu
yang memiliki konsep diri positif juga dapat menerima orang lain. Hal
ini kiranya
senada dengan ungkapan dari para leluhur, "cubitlah dirimu sendiri sebelum
kamu mencubit orang lain", yang kiranya dapat diinterpretasikan sebagai
cinta pada diri sendiri adalah prasyarat untuk dapat mencintai orang lain.
Dalam dimensi pengharapan dari diri, seorang individu dengan konsep diri
positif, merancang tujuan-tujuan yang sesuai dan realistis dalam penilaian
dirinya. Seperti semua individu, secara berkala kadang-kadang seorang individu
dengan konsep diri yang positif dapat saja berkhayal menjadi bintang rock atau
memenangkan kejuaraan tinju kelas berat atau menerima penghargaan nobel, dan
sebagainya. Tetapi, tujuan yang benar-benar dirancang seorang individu dengan
konsep diri yang positif untuk dirinya sendiri adalah realistis. Artinya,
individu dengan konsep diri positif tersebut telah melakukan penilaian diri
yang baik dan karena itu ia memiliki kemungkinan besar untuk dapat mencapai
tujuannya tersebut. Di samping tujuan yang realistis tersebut berharga bagi
dirinya, sehingga kalau individu tersebut berhasil mencapainya maka hal itu
akan dapat dijadikannya sebagai alasan untuk memuji dirinya sendiri.
Hal yang
lebih penting dari dimensi pengharapan yang realistik tentang pencapaian dari
seorang individu dengan konsep diri yang positif adalah pengharapannya tentang
kehidupannya sebagai seorang individu, yaitu idenya tentang apa yang diberikan
oleh kehidupan kepadanya dan bagaimana seharusnya dirinya mendekati dunia. Pada
bidang inilah, konsep diri yang positif mungkin lebih banyak menjadi modal yang
lebih berharga dibanding dengan dimensi diri yang lainnya.
Titik pusat
dari pengertian konsep diri yang positif adalah adanya cakupan yang luas dan
cukup beragam dari diri seorang individu untuk mengasimilasikan seluruh
pengalamannya. Dalam pengertian ini juga terkandung bahwa segala sesuatu
informasi baru, bukanlah sesuatu yang merupakan ancaman bagi dirinya sehingga
tidak menimbulkan kecemasan baginya. Dengan kata lain, seorang individu dengan
konsep diri yang positif dapat menghadapi kehidupan di depannya.
Hal ini
membedakannya dengan seorang individu yang memiliki konsep diri negatif, dimana
kehidupannya dijalani dalam suatu benteng pertahanan diri. Seorang individu
dengan konsep diri yang positif, dapat tampil ke depan secara bebas. Baginya,
hidup adalah suatu proses penemuan. Ia mengharapkan, kehidupannya dapat membuat
dirinya tertarik, dapat memberinya kejutan, dan memberinya penghargaan
Dengan
demikian, seorang individu dengan konsep diri yang positif akan bertindak
dengan berani dan spontan serta memperlakukan individu lain dengan hangat dan
hormat. Oleh karena seorang individu dengan konsep diri positif menghadapi
kehidupannya dengan cara-cara yang telah dikemukakan, kehidupannya akan terasa
menyenangkan, penuh
kejutan, dan
penuh penghargaan. Jadi, konsep diri yang positif adalah bagian dari hubungan
yang melingkar antar bagian-bagian dari dalam diri seorang individu yang
berdimensi konstruktif.
Kutub lain
dari konsep diri, selain yang positif adalah kutub konsep diri yang negatif.
Pada konsep diri yang negatif, dimensi diri yang terdiri atas pengetahuan,
evaluasi, dan pengharapan dari seorang individu tentang dirinya sendiri adalah
sangat sedikit dan kurang realistis. Pada konsep diri negatif, dapat dibedakan
dalam 2 jenis, yaitu :
1.
Pandangan seorang individu tentang
dirinya sendiri yang benar-benar tidak teratur dimana individu tersebut tidak
memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Dalam arti ini, individu dengan
konsep diri yang negatif ini, benar-benar tidak tahu siapa dirinya, apa
kekuatan dan kelemahannya, atau apa yang dia hargai dalam hidupnya. Menurut
Erikson (1968 dalam Calhoun 1990 : 72), kondisi ini umum dan normal di antara
banyak para remaja. Konsep diri para remaja kerapkali menjadi tidak teratur
untuk sementara waktu dan ini terjadi pada saat transisi dari peran anak ke
peran orang dewasa. Tetapi, pada orang dewasa hal ini mungkin dianggap sebagai
suatu tanda ketidakmampuan penyesuaian diri.
2.
Hampir merupakan lawan dari pengertian
konsep diri negatif yang pertama. Pada jenis konsep diri negatif yang kedua
ini, malah konsep diri itu terlalu stabil dan terlalu teratur. Dengan kata
lain, konsep diri negatif yang kedua ini bersifat kaku. Hal ini dimungkinkan,
karena seorang individu dengan konsep diri yang negatif seperti ini, biasanya
dididik dengan sangat keras. Akibatnya, individu ini menciptakan citra diri
bagi dirinya, yang tidak mengijinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum
besi yang ada dalam pikirannya. Cara hidup seperti ini adalah merupakan cara
hidup yang dianggapnya tepat.
Pada kedua jenis
konsep diri negatif, informasi baru tentang diri yang dialami seorang individu
hampir pasti menjadi penyebab kecemasan dan rasa ancaman terhadap dirinya.
Tidak satupun dari kedua konsep diri negatif cukup bervariasi untuk menyerap
berbagai macam informasi tentang diri. Setiap hari pikiran individu mengalami
proses pemilihan yang ketat tentang berbagai macam dorongan, ingatan, dan
tanggapan yang semuanya itu merefleksi pada dirinya.
Jadi, supaya
individu memahami dan menerima dirinya sendiri, konsep diri seorang individu
harus dilengkapi dengan "kotak kepribadian" yang cukup luas, yang
dapat menyimpan bermacam-macam fakta yang berbeda tentang dirinya sendiri.
Dengan kata lain, suatu konstruk konsep diri, idealnya adalah harus luas dan
tersusun dengan teratur. Individu dengan
konsep diri yang tidak teratur atau konsep diri yang sempit, benar-benar tidak
memiliki kategori mental yang dapat dikaitkannya dengan informasi yang
bertentangan mengenai dirinya (Sullivan, 1953 dalam Calhoun, 1990 : 72).
Oleh karena
itu, individu dengan konsep diri negatif, selalu mengubah terus menerus konsep
dirinya atau individu tersebut melindungi konsep dirinya yang kaku, dengan cara
mengubah ataupun menolak semua informasi baru yang bertentangan dengan citra
dirinya yang telah ditetapkannya. Dalam
kaitannya dengan dimensi evaluasi diri, seorang individu dengan konsep diri
yang negatif menurut definisinya meliputi penilaian negatif terhadap dirinya
sendiri. Apapun pribadi itu, individu dengan konsep diri negatif ini tidak
pernah cukup
baik. Apapun yang diperolehnya, tampaknya tidak berharga bila dibandingkan
dengan apa yang diperoleh oleh orang lain (seperti yang dikatakan dengan tegas
oleh Ralph Waldo Emerson, pada saat kehilangan semangat, "setiap pekerjaan
tampaknya mengagumkan bagiku, kecuali pekerjaan yang dapat saya kerjakan"
dalam Calhoun, 1990 : 72). Hal ini merupakan penuntun ke arah kelemahan
emosional. Menurut Dobson dan Shaw (1987 dalam Calhoun, 1990).
Melalui
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konsep diri negatif yang dimiliki seorang
individu, seringkali berhubungan dengan depresi klinis. Dalam hal ini menurut
mereka, individu dengan konsep diri negatif mungkin akan mengalami kecemasan
secara ajeg, dikarenakan menghadapi informasi tentang dirinya sendiri yang
tidak dapat diterimanya dengan baik dan yang mengancam konsep dirinya. Dalam
kasus ini, depresi atau kecemasan dan kekecewaan emosional akan mengikis harga
diri yang menyebabkan munculnya sebuah kekecewaan emosional yang lebih parah
dan seterusnya bak sebuah lingkaran setan.
Untuk dapat
menjelaskan dimensi dari seorang individu yang memiliki konsep diri negatif,
Rotter (1954 dalam Calhoun, 1990 : 73)
memaparkan contoh sebagai berikut. Seorang siswa dengan konsep diri negatif
dapat memasuki dan lulus dengan pas-pasan kursus yang terkenal mudah, atau dia
dapat menentukan beberapa tujuan yang sangat tinggi (misalnya semua bernilai
A), dan tentu saja dia gagal untuk mencapainya. Dalam kedua hal tersebut,
sebenarnya individu tersebut telah menjebak dirinya sendiri dan menghantam
harga dirinya, baik dengan jalan mencapai suatu tujuan yang tak seorang pun,
termasuk dirinya, menganggapnya sebagai suatu keberhasilan, atau dengan
gagalnya untuk mencapai cita-citanya.
Dalam kedua
kejadian tersebut, mungkin yang sedang terjadi adalah pembenaran ramalannya sendiri bahwa ia
percaya dirinya tidak dapat mencapai suatu apapun yang berharga. Individu ini
merancang pengharapannya sedemikian rupa, sehingga dalam kenyataannya ia tidak
mencapai suatu apapun yang berharga. Kegagalan ini, sebaliknya merusak harga
dirinya yang sudah rapuh, yang kemudian membuat kekakuan atau ketidakteraturan
citra dirinya lebih parah. Dengan kata lain, suatu lingkaran setan mengenai
penghancuran diri akan terus memperparah konsep dirinya menjadi negatif.
VI. KONSEP
DIRI DAN KEPRIBADIAN
Konsep kepribadian (personality)
dibahas secara teoretis oleh para pakar melalui berbagai sudut pandang yang
beraneka ragam, diantaranya menekankan pembahasan kepribadian pada pengaruh sosial
dan lingkungan terhadap pembentukan kepribadian secara kontinu dari waktu ke
waktu, serta menekankan pada pengaruh faktor keturunan dan pengalaman di awal
masa kecil terhadap pembentukan kepribadian.
Tiga karakteristik yang perlu
dibahas dalam pembahasan mengenai kepribadian adalah kepribadian mencerminkan
perbedaan antarindividu, kepribadian bersifat konsisten dan berkelanjutan, dan
kepribadian dapat mengalami perubahan. Dalam mempelajari kaitan antara
kepribadian dan perilaku konsumen, 3 teori kepribadian yang sering digunakan
sebagai acuan adalah teori Freudian, Neo Freudian dan teori traits.
Teori Freudian yang diperkenalkan
oleh Sigmund Freud, mengungkapkan teori psychoanalytic dari kepribadian yang
menjadi landasan dalam ilmu psikologi. Berdasarkan teori Freud, kepribadian
manusia terdiri dari 3 bagian atau sistem yang saling berinteraksi satu sama
lain. Ketiga bagian tersebut adalah id, superego dan ego. Teori kepribadian
Neo-Freudian mengemukakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pembentukan
kepribadian manusia bukan dari dirinya sendiri, tetapi dari hubungan sosial.
Berdasarkan teori trait, kepribadian diukur melalui beberapa karakteristik
psikologis yang bersifat spesifik yang disebut dengan trait. Salah satu tes
yang dikenal adalah selected single-trait personality.
Dalam pemahaman mengenai berbagai
karakteristik konsumen yang mempengaruhi perilaku mereka dalam melakukan
pembelian, beberapa diantaranya adalah keinovatifan konsumen, faktor kognitif
konsumen, tingkat materialisme konsumen, dan ethnocentrism konsumen.
Selain product personality, konsumen
juga mengenal brand personality, di mana mereka melihat perbedaan trait pada
tiap produk yang berbeda juga. Semua kesan yang berhasil ditampilkan oleh merek
tersebut dalam benak konsumen menggambarkan bahwa konsumen dapat melihat
karakteristik tertentu dari produk, kemudian membentuk brand personality. Dalam
persaingan yang semakin ketat, pemahaman akan kepribadian, konsep diri, gaya
hidup serta faktor psikografis dari konsumen merupakan salah satu cara
memenangkan hati konsumen karena pendekatan yang dilakukan telah sesuai dengan
karakteristik konsumen
A. KEPRIBADIAN
Beberapa
definisi kepribadian menurut pakar adalah sebagai berikut :
We
propose that personality be defined as those inner psychological
characteristics that both determine and reflect how a person responds to his or
her environment (Schiffman dan Kanuk, 2004).
Personality
has many meanings. In consumer studies, personality is defined as consistent
responses to environtmental stimuli (Engel, Blackwell, dan Miniard,
1995).
Tiga
karakteristik yang perlu dibahas dalam pembahasan mengenai kepribadian, yaitu :
1.
Kepribadian mencerminkan
perbedaan antar individu
Kepribadian menunjukkan karakteristik terdalam pada diri manusia Ia merupakan
gabungan banyak faktor yang unik dari seorang manusia. Tidak ada manusia yang
sama persis. Jika perilaku seseorang telah bisa menggambarkan perbedaan dengan
orang lain, maka ia telah memiliki kepribadian yang berbeda dengan orang
tersebut.
2.
Kepribadian bersifat
konsisten dan berkelanjutan
Kepribadian individu telah terbentuk sejak masa kecil dan telah
mempengaruhi perilaku individu tersebut secara konsisten dalam waktu yang
relatif lama. Kepribadian cenderung bersifat permanen dan sulit berubah
3. Kepribadian dapat mengalami perubahan
Kepribadian bersifat permanen dan konsisten, namun bukan berarti tidak
bisa berubah. Situasi yang dihadapi seseorang bisa menyebabkan ia mengubah
kepribadiannya, seiring dengan perubahan tingkat kedewasaannya.
Berdasarkan
teori Freud, kepribadian manusia terdiri dari 3 bagian atau sistem yang saling
berinteraksi satu sama lain. Ketiga bagian tersebut, yaitu :
1. Id merupakan komponen kepribadian yang berupa
dorongan-dorongan (drives) yang bersifat primitive dan impulsive. Contohnya :
haus dan lapar.
2. Superego, merupakan ekspresi individu atas norma,
moralitas, maupun code of conduct etika yang berlaku.
3. Ego, merupakan komponen ketiga dalam kepribadian manusia
yang merupakan control di bawah sadar yang menyeimbangkan dorongan-dorongan
yang bersifat impulsive dan batasan-batasan sosial kultural dalam masyarakat.
BAB III
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Konsep diri adalah cara
seseorang untuk melihat dirinya secara utuh dengan semua ide, pikiran,
kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan
orang lain. Dimensi konsep diri terbagi menjadi 3,
yaitu :
1. Pengetahuan
tentang diri sendiri
2. Pengharapan
tentang diri sendiri
3. Penilaian
tentang diri sendiri
Dalam
konsep diri terdapat beberapa aspek, antara lain :
1. Aspek
fisik
2. Aspek
psikis
3. Aspek
sosial
4. Aspek
moral
Sub-variabel
lain yang mengukur aspek lain dari konsep diri yang terdiri atas :
1. Aspek
kritik diri
2. Aspek
variabilitas
3. Aspek
distribusi
Pengertian konsep diri positif yang
dimiliki seorang individu adalah adanya kemampuan cakupan yang luas dari diri
untuk dapat menampung seluruh pengalaman mentalnya, sehingga evaluasi tentang
dirinya sendiri menjadi positif.
Pada konsep diri yang negatif,
dimensi diri yang terdiri atas pengetahuan, evaluasi, dan pengharapan dari
seorang individu tentang dirinya sendiri adalah sangat sedikit dan kurang
realistis.
Tiga karakteristik mengenai
kepribadian adalah kepribadian mencerminkan perbedaan antarindividu,
kepribadian bersifat konsisten dan berkelanjutan, dan kepribadian dapat
mengalami perubahan.
II. SARAN
Untuk membangun konsep diri, kita harus belajar
menyukai diri sendiri, mengembangkan pikiran positif, memperbaiki hubungan
interpersonal ke arah yang lebih baik, sikap aktif yang positif, dan menjaga
keseimbangan hidup.
Semua yang kita lakukan pasti ada manfaatnya begitu
juga dalam memahami konsep diri, kita menjadi bangga dengan diri sendiri,
percaya diri penuh, dapat beradaptasi dengan lingkungan, dan mencapai sebuah
kebahagiaan dalam hidup.
No comments:
Post a Comment