Saturday, April 30, 2016

POTENSI FISIOTERAPI OLAH RAGA


A. PENDAHULUAN
Sebagai mahluk biopsikokultural relegius, manusia dalam  kehidupannya tidak akan lepas dari gerak dan fungsi dalam memenuhi segala apa yang dibutuhkannya. Realitas gerak dan fungsi tersebut muncul sebagai gerakan potensial dan gerakan aktual yang terpadu untuk mencapai sasaran fungsi tertentu  sehingga akan terwujud  dalam kemampuan fungsional.
Sebagai aktualitas kemampuan fungsional seseorang dapat berupa kemampuan seseorang melakukan kegiatan olah raga. Wujud dari olah raga dapat mencakup berbagai cabang kegiatan olah raga seperti senam, atletik, bulutangkis dan sebagainya, dengan dasar arah gerak untuk mencapai prestasi, rekreasi, kesehatan/terapi dan pendidikan (Y.S. Santoso Giriwijoyo, 1991: 57).   
Untuk mencapai dasar arah gerak kegiatan olah raga yang benar dan sesuai dibutuhkan pembimbing yang profesional, diantaranya pelatih, guru, fisioterapis, dokter spesialis kesehatan olahraga, dan tenaga profesional lain yang berkompeten.

B. KONSEP DASAR FISIOTERAPI  OLAH RAGA

Seperti yang tersurat pada definisi fisioterapi dalam Kepmenkes : Nomor 1363/MENKES/SK/XII/2001, Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan kepada individu dan atau kelompok agar mereka dapat mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak serta fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi. Maka fisioterapi bertanggung jawab kepada keadaan optimal kemampuan fungsional seseorang baik secara individu maupun kelompok. Aktualisasi kemampuan fungsional salah satunya adalah kemampuan olah raga.

Dalam  berolah raga dibutuhkan sinergi kemampuan fungsional ergosistema yang baik.  Elemen penampilan kemampuan fungsional ergosistema  dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 1. Kemampuan fungsional ergosistema I
Anatomis
Fungsi dasar (fisiologis)
Kualitas
Sistema skelet
Pergerakan persendian
Kelentukan
Sistema muskular
Kontraksi otot
Kekuatan dan daya tahan
Sistema nervorum
Penghantar rangsang
Koordinasi fungsi otot

Dari fungsi dasar diatas merupakan dasar dari gerakan yang sederhana berkembang menjadi gerakan yang kompleks berupa kecepatan, kelincahan dan/atau bentuk gabungannya. Fungsi dasar dan gerakan kompleks ini diperlukan dalam berbagai cabang olahraga.

Tabel  2. Kemampuan fungsional ergosistema II
Anatomis
Fungsi dasar (fisiologis)
Kualitas
Sistema hemo-hidro limfatik
Transportasi O2,CO2, nutrisi, matabolit, panas
Daya tahan umum (general endurance/kapasitas erobik)

Sitsema respirasi
Pertukaran gas: O2 dan CO2
Sistema kardiovaskular
Sirkulasi

Ketiga sistema anatomis yang menyusun kemampuan fungsional ergosistema II secara bersama-sama menghasilkan suatu kualitas, yaitu daya tahan umum atau sering disebut dalam istilah kemampuan aerobik.
Gabungan antara kemampuan ergosistema I dan II akan menghasilkan dasar penampilan olah raga yang baik atau normal dengan memenuhi kriteria standart yang telah ditentukan.
Olah raga yang baik akan memberikan manfaat bagi yang melakukannya. Manfaat yang diperoleh didasarkan dari perubahan komponen-komponen fisik setelah melakukan latihan fisik dengan metoda yang benar. Nilai kemanfaatan berdasarkan pada arah dan tujuan  berolah raga, yang dapat berupa rekreasi, kesehatan, pendidikan dan prestasi.   
Dalam melakukan  kegiatan olah raga selain bermanfaat dapat mengandung resiko cidera. Cidera olah raga dapat terjadi karena trauma (traumatic injuries) atau trauma kecil yang berulang-ulang (repetitive strain). Cidera olah raga dapat berupa sprain, strain, contusio, luksasi, fraktur, stress fraktur, cidera otot, kram otot, myogeloses, infeksi otot, periostitis, tendinoses dan tendopathies. ( Doris Eitner dalam Kuprian, 1981 : 188-223) 
Untuk memperkecil resiko dalam berolah raga dan akibatnya, maka diperlukan peran fisioterapi  yang  baik dan benar. 

C. PERAN DAN FUNGSI FISIOTERAPI OLAH RAGA

Berdasarkan kompetensi, peran dan fungsi fisioterapi yang telah ditetapkan oleh IFI maka fisioterapi dapat menjadi pelaksana, pengelola, pendidik dan peneliti dalam bidang fisioterapi olah raga. 

D. ARAH DAN SASARAN FISIOTERAPI OLAH RAGA

Dalam aplikasi fisioterapi oleh raga diperlukan kejelasan arah dan sasaran fisioterapi olah raga. Arah dan sasaran tersebut adalah :
1. Arah  fisioterapi oleh raga :
  1. Meningkatkan gerak dan fungsi maksimal untuk melakukan aktivitas olahraga tanpa cidera.
  2. Mengembalikan gerak dan fungsi maksimal optimal akibat cidera olahraga
  3. Mengembangkan aktifitas olah raga sesuai dengan gerak maksimal dan kemampuan fungsional .
2. Sasaran  fisioterapi olah raga :
  1. Penanganan cidera olah raga
  2. Peningkatan kebugaran atau kesegaran jasmani
  3. Pelayanan pada kelompok khusus
  4. Senam-senam khusus
  5. Pemanduan bakat dan pemilihan calon atlet 

E. MODALITAS FISIOTERAPI

Untuk dapat berperan optimal dalam bidang olah raga, fisioterapi dapat menerapkan modalitas yang dimilikinya sesuai dengan sasaran yang akan dicapai.
Modalitas fisioterapi  yang dapat dipakai sebagai berikut :
Menurut Kuprian ( 1981 : 7-174) modalitas fisioterapi dalam fisioterapi olah raga adalah passive treatments yang dapat berupa : massage, heating, cold, hidroterapi dan balneotherapy, dan electroterapi. Sedangkan untuk active treatments dapat berupa : strengthening exercices, PNF (proprioceptive neuromuskular facilitation), loosening, stretching, exercicise in water (latihan dalam air), dan manual therapy.
Sedangkan menurut Hardianto Wibowo (1995 : 81-92) modalitas fisioterapi untuk fisioterapi olah raga adalah : kekuatan listrik (electro therapy), kekuatan air (hydro therapy) atau balneo terapi (pengibatan dengan mandi), kekuatan sinar (solar therapy), kekuatan gerak (exercise therapy) atau Gymnastic therapy, kekuatan mekanika (mechano therapy), kekuatan gelombang suara (ultra sound) dan kekuatan fisis. 
Dalam literatur lain dapat ditambahan dengan taping (pembebata/pembalutan).

F. PROSES FISIOTERAPI OLAH RAGA

Pada dasarnya ada lima elemen dalam manajemen klien, termasuk dalam fisioterapi olah raga, menurut APTA (2001) yaitu : (1) examination ( riwayat klien, review system, tes dan pengukuran), (2) evaluation (membuat jugdment), (3) diagnosis, (4) prognosis termasuk plan of care, (5) intervention yang diakhiri dengan re-examination.  Hal ini senada dengan kompetensi pelaksana fisioterapi yang telah ditetapkan oleh IFI yang meliputi  (1) melakukan pengkajian , (2) penetapan diagnosa/problematika fisioterapi, (3) rencana intervensi fisioterapi, (4) intervensi fisioterapi, (5) evaluasi dan re-assesment fisioterapi.

G. PETA POTENSI FISIOTERAPI OLAH RAGA

Banyak potensi fisioterapi olah raga yang belum tergarap secara baik dan sistematis. Untuk dapat mengarap dan mengambil potensi fisioterapi olah raga dapat dilihat dari peta potensi yang dimiliki oleh fisioterapi.

  1. Penanganan cidera olah raga
Cidera olah raga dapat terjadi dimana saja dan kapan saja pada saat aktivitas berolah raga. Secara umum cidera olah raga dapat ditandai dengan adanya rasa sakit (nyeri), bengkak dan berkurangnya fungsi. Penanganan cidera olah raga disini harus mempertimbangkan bahwa  :
  1. Atlet bukanlah sama dengan rata-rata orang.
  2. Efek psikologisnya kompleks.
  3. Rehabilitasinya khusus.
  4. Masing-masing olah raga memungkinkan terjadinya cidera yang khas.
  5. Otot-otot yang terbentuk dengan baik dapat cepat mengalami atropi.
Dalam menangani cidera olah raga harus mempertimbangkan prinsip-prinsip  :
a.       Kembalikan/pertahankan stabilitas dan mobilitas.
b.      Kembalikan/pertahankan fungsi otot.
c.       Kembalikan koordinasi
d.      Pertahankan kebugaran umum, termasuk efisiensi kardio respirasi.
e.       Cepat kembali melakukan akativitas.
(1)   Jangan memperparah pasien.
(2)   Tidak diperolah dengan gerakan-gerakan tipu. (Steel dalam Lee, 1990 : 216-217)
Selain prinsip diatas menurut Doris Eitner (dalam Kuprian, 1984 : 188) perlu diperhatikan pula:
a.       Tujuan pengobatan
b.      Kapan dimulai
c.       Passive treatment
d.      Active treatment
e.       Special note.
Penanganan fisioterapi harus pula mempertimbangkan fase dari cidera, derajat kerusakan, organ yang terkena dan lokasi.  Pada dasarnya penanganan cidera akut  sangat diprioritaskan, karena dengan penanganan seawal mungkin akan memberikan peluang kepada atlet untuk dapat mengembalikan pada kondisi optimal setelah cidera. Penanganan seawal mungkin sebaiknya pada saat terjadi setelah cidera yang biasa terjadi pada arena pertandingan.  Oleh karenanya perlua adanya fisioterapis olah raga  pada saat pertandingan.
Sedangkan penanganan lebih lanjut dapat dilakukan di klinik, dengan memberikan layanan fisioterapi pada fase pemulihan.

     2. Kebugaran/kesegaran jasmani
Pelayanan kebugaran dapat melalui berbagai media senam atau bentuk-bentuk latihan yang dapat meningkatkan tingkat kesegaran jasmani. Fisioterapis harus memahami prinsip-prinsip kesegaran jasmani, pengukuran kesegaran jasmani, aplikasi FIIT dan gerakan atau latihan yang dapat meningkatkan kesegaran jasmani. Kesegaran jasmani pada dasarnya diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
a.       Kesegaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan.
b.      Kesegaran jasmani yang berhubungan dengan ketrampilan motorik
c.       Kesegaran jasmani yang berhubungan dengan wellness.

3. Pembibitan atlet/pemandu bakat
Dengan pemahaman terhadap antropometri, biomekanik, analisa gerak dan pengukuran,  fisioterapis dapat menentukan olah raga yang tepat bagi individu dan memilih calon atlet yang dapat berprestasi optmal pada cabang olah raga.  Apalagi dalam era sekarang ini, fisioterapis olah raga sebaiknya menguasai “program sport search” untuk dapat memberikan arahan pemulihan olah raga yang tepat.

     4. Kelompok khusus
Pemberian pelayanan fisioterapi olah raga pada kelompok khusus harus mempertimbangkan pembagian kelompok  sebagi berikut :
a.       Pembagian berdasarkan kelompok umur, misalnya : anak-anak, dewasa, lansia, remaja.
b.      Pembagian berdasarkan jenis kelamin.
c.       Pembagian berdasarkan aktifitas sehari-hari, misalnya : buruh, ibu rumah tangga, pegawai kantor.
d.      Pembagian berdasarkan pada kondisi kesehatannya, misalnya kelompok penderita stroke, asma, diabetes dll.

            5. Senam-senam khusus
Senam-senam khusus erat hubungannya dengan kelompok tertentu. Untuk itu diharapkan fisioterapis dapat, menguasai senam-senam khusus seperti : Senam Asma Indonesia, senam stroke Indonesia, senam pencegahan osteoporosis, senam osteoporosis, senam bayi, senam kegel, BL dll. Sehingga fisioterapi dapat memberikan layanan senam-senam khusus tersebut, baik diklinik-klinik, klub-klub, fitness centre dan sebagainya.  
 
H. KESIMPULAN
1. Fisioterapi dapat berperan pada bidang olah raga dengan arah dan sasaran yang jelas.
2. Fisioterapi memiliki potensi yang besar dalam bidang olah raga, yang mencakup penanganan cidera olah raga, peningkatan kebugaran atau kesegaran jasmani, pelayanan pada kelompok khusus, Senam-senam khusus, dan juga pemanduan bakat / pemilihan calon atlet.  

DAFTAR PUSTAKA 

Giam, C.K dan Teh, K.c. 1998. Ilmu Kedokteran Olah Raga. Jakarta : Binarupa   
           Aksara.

Grisogono, Vivian. 1984. Sport Injuries. California : The Crossing Press.

Hardianto Wibowo. 1995. Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera Olah raga.
           Jakarta : EGC.

Kuprian, Werner. 1981. Physical Therapy for Sport. Philadelphia : WB. Saunders 
           Company.

Lee, Jennifer M. 1990. Segi Praktis Fisioterapi. Jakarta : Binarupa Akasara.

Rusli lutan. 1991. Manusia dan Olah raga. Bandung : ITB dan FPOK IKIP Bandung.

TITAFI XVVI Bandung

Wahjoedi. 2001. Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani. Jakarta : PT Rajagrafindo 
            persada.

No comments:

Post a Comment