A. PENDAHULUAN
Sebagai mahluk biopsikokultural relegius, manusia dalam kehidupannya tidak akan lepas dari gerak dan
fungsi dalam memenuhi segala apa yang dibutuhkannya. Realitas gerak dan fungsi
tersebut muncul sebagai gerakan potensial dan gerakan aktual yang terpadu untuk
mencapai sasaran fungsi tertentu
sehingga akan terwujud dalam
kemampuan fungsional.
Sebagai aktualitas kemampuan fungsional seseorang dapat berupa kemampuan
seseorang melakukan kegiatan olah raga. Wujud dari olah raga dapat mencakup
berbagai cabang kegiatan olah raga seperti senam, atletik, bulutangkis dan
sebagainya, dengan dasar arah gerak untuk mencapai prestasi, rekreasi,
kesehatan/terapi dan pendidikan (Y.S. Santoso Giriwijoyo, 1991: 57).
Untuk mencapai dasar arah gerak kegiatan olah raga yang benar dan sesuai
dibutuhkan pembimbing yang profesional, diantaranya pelatih, guru,
fisioterapis, dokter spesialis kesehatan olahraga, dan tenaga profesional lain
yang berkompeten.
B. KONSEP DASAR FISIOTERAPI OLAH RAGA
Seperti yang tersurat pada definisi fisioterapi dalam Kepmenkes : Nomor
1363/MENKES/SK/XII/2001, Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan kepada
individu dan atau kelompok agar mereka dapat mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak serta fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan
secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan
mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi. Maka fisioterapi bertanggung jawab kepada
keadaan optimal kemampuan fungsional seseorang baik secara individu maupun
kelompok. Aktualisasi kemampuan fungsional salah satunya adalah kemampuan olah
raga.
Dalam berolah raga dibutuhkan
sinergi kemampuan fungsional ergosistema yang baik. Elemen penampilan kemampuan fungsional
ergosistema dapat dilihat dalam tabel
berikut :
Tabel
1. Kemampuan fungsional ergosistema I
Anatomis
|
Fungsi dasar (fisiologis)
|
Kualitas
|
Sistema skelet
|
Pergerakan persendian
|
Kelentukan
|
Sistema muskular
|
Kontraksi otot
|
Kekuatan dan daya tahan
|
Sistema nervorum
|
Penghantar rangsang
|
Koordinasi fungsi otot
|
Dari fungsi dasar diatas merupakan dasar dari
gerakan yang sederhana berkembang menjadi gerakan yang kompleks berupa
kecepatan, kelincahan dan/atau bentuk gabungannya. Fungsi dasar dan gerakan
kompleks ini diperlukan dalam berbagai cabang olahraga.
Tabel 2. Kemampuan fungsional ergosistema II
Anatomis
|
Fungsi dasar (fisiologis)
|
Kualitas
|
Sistema hemo-hidro limfatik
|
Transportasi O2,CO2,
nutrisi, matabolit, panas
|
Daya tahan umum (general
endurance/kapasitas erobik)
|
Sitsema respirasi
|
Pertukaran gas: O2
dan CO2
|
|
Sistema kardiovaskular
|
Sirkulasi
|
Ketiga sistema anatomis yang menyusun kemampuan fungsional ergosistema II
secara bersama-sama menghasilkan suatu kualitas, yaitu daya tahan umum atau
sering disebut dalam istilah kemampuan aerobik.
Gabungan antara kemampuan ergosistema I dan II akan menghasilkan dasar
penampilan olah raga yang baik atau normal dengan memenuhi kriteria standart
yang telah ditentukan.
Olah raga yang baik akan memberikan manfaat bagi yang melakukannya.
Manfaat yang diperoleh didasarkan dari perubahan komponen-komponen fisik
setelah melakukan latihan fisik dengan metoda yang benar. Nilai kemanfaatan
berdasarkan pada arah dan tujuan berolah
raga, yang dapat berupa rekreasi, kesehatan, pendidikan dan prestasi.
Dalam melakukan kegiatan olah raga
selain bermanfaat dapat mengandung resiko cidera. Cidera olah raga dapat
terjadi karena trauma (traumatic injuries) atau trauma kecil yang
berulang-ulang (repetitive strain). Cidera olah raga dapat berupa sprain,
strain, contusio, luksasi, fraktur, stress fraktur, cidera otot, kram otot,
myogeloses, infeksi otot, periostitis, tendinoses dan tendopathies. ( Doris
Eitner dalam Kuprian, 1981 : 188-223)
Untuk memperkecil resiko dalam berolah raga dan akibatnya, maka
diperlukan peran fisioterapi yang baik dan benar.
C. PERAN DAN FUNGSI FISIOTERAPI OLAH RAGA
Berdasarkan kompetensi, peran dan fungsi fisioterapi yang telah
ditetapkan oleh IFI maka fisioterapi dapat menjadi pelaksana, pengelola,
pendidik dan peneliti dalam bidang fisioterapi olah raga.
D. ARAH DAN SASARAN FISIOTERAPI OLAH RAGA
Dalam aplikasi fisioterapi oleh raga diperlukan kejelasan arah dan
sasaran fisioterapi olah raga. Arah dan sasaran tersebut adalah :
1. Arah fisioterapi oleh raga :
- Meningkatkan gerak dan fungsi maksimal untuk melakukan aktivitas olahraga tanpa cidera.
- Mengembalikan gerak dan fungsi maksimal optimal akibat cidera olahraga
- Mengembangkan aktifitas olah raga sesuai dengan gerak maksimal dan kemampuan fungsional .
2. Sasaran fisioterapi olah raga :
- Penanganan cidera olah raga
- Peningkatan kebugaran atau kesegaran jasmani
- Pelayanan pada kelompok khusus
- Senam-senam khusus
- Pemanduan bakat dan pemilihan calon atlet
E. MODALITAS FISIOTERAPI
Untuk dapat berperan optimal dalam bidang olah raga, fisioterapi dapat
menerapkan modalitas yang dimilikinya sesuai dengan sasaran yang akan dicapai.
Modalitas fisioterapi
yang dapat dipakai sebagai berikut :
Menurut Kuprian ( 1981 : 7-174) modalitas fisioterapi dalam fisioterapi
olah raga adalah passive treatments yang dapat berupa : massage, heating, cold,
hidroterapi dan balneotherapy, dan electroterapi. Sedangkan untuk active
treatments dapat berupa : strengthening exercices, PNF (proprioceptive
neuromuskular facilitation), loosening, stretching, exercicise in water
(latihan dalam air), dan manual therapy.
Sedangkan menurut Hardianto Wibowo (1995 : 81-92) modalitas fisioterapi
untuk fisioterapi olah raga adalah : kekuatan listrik (electro therapy),
kekuatan air (hydro therapy) atau balneo terapi (pengibatan dengan mandi),
kekuatan sinar (solar therapy), kekuatan gerak (exercise therapy) atau
Gymnastic therapy, kekuatan mekanika (mechano therapy), kekuatan gelombang
suara (ultra sound) dan kekuatan fisis.
Dalam literatur
lain dapat ditambahan dengan taping (pembebata/pembalutan).F. PROSES FISIOTERAPI OLAH RAGA
Pada dasarnya
ada lima elemen dalam manajemen klien, termasuk dalam fisioterapi olah raga,
menurut APTA (2001) yaitu : (1) examination ( riwayat klien, review system, tes
dan pengukuran), (2) evaluation (membuat jugdment), (3) diagnosis, (4)
prognosis termasuk plan of care, (5) intervention yang diakhiri dengan
re-examination. Hal ini senada dengan
kompetensi pelaksana fisioterapi yang telah ditetapkan oleh IFI yang
meliputi (1) melakukan pengkajian , (2)
penetapan diagnosa/problematika fisioterapi, (3) rencana intervensi
fisioterapi, (4) intervensi fisioterapi, (5) evaluasi dan re-assesment
fisioterapi.
G. PETA POTENSI FISIOTERAPI OLAH RAGA
Banyak potensi fisioterapi olah raga yang belum tergarap secara baik dan
sistematis. Untuk dapat mengarap dan mengambil potensi fisioterapi olah raga
dapat dilihat dari peta potensi yang dimiliki oleh fisioterapi.
1. Penanganan cidera olah raga
Cidera olah raga dapat terjadi dimana saja dan kapan saja pada saat
aktivitas berolah raga. Secara umum cidera olah raga dapat ditandai dengan
adanya rasa sakit (nyeri), bengkak dan berkurangnya fungsi. Penanganan cidera
olah raga disini harus mempertimbangkan bahwa
:
- Atlet bukanlah sama dengan rata-rata orang.
- Efek psikologisnya kompleks.
- Rehabilitasinya khusus.
- Masing-masing olah raga memungkinkan terjadinya cidera yang khas.
- Otot-otot yang terbentuk dengan baik dapat cepat mengalami atropi.
Dalam menangani
cidera olah raga harus mempertimbangkan prinsip-prinsip :
a.
Kembalikan/pertahankan stabilitas dan mobilitas.
b.
Kembalikan/pertahankan fungsi otot.
c.
Kembalikan koordinasi
d.
Pertahankan kebugaran umum, termasuk efisiensi kardio
respirasi.
e.
Cepat kembali melakukan akativitas.
(1)
Jangan memperparah pasien.
(2)
Tidak diperolah dengan gerakan-gerakan tipu. (Steel dalam Lee, 1990 : 216-217)
Selain prinsip
diatas menurut Doris Eitner (dalam Kuprian, 1984 : 188) perlu diperhatikan pula:
a.
Tujuan pengobatan
b.
Kapan dimulai
c.
Passive treatment
d.
Active treatment
e.
Special note.
Penanganan fisioterapi harus pula mempertimbangkan fase dari cidera,
derajat kerusakan, organ yang terkena dan lokasi. Pada dasarnya penanganan cidera akut sangat diprioritaskan, karena dengan
penanganan seawal mungkin akan memberikan peluang kepada atlet untuk dapat
mengembalikan pada kondisi optimal setelah cidera. Penanganan seawal mungkin
sebaiknya pada saat terjadi setelah cidera yang biasa terjadi pada arena
pertandingan. Oleh karenanya perlua
adanya fisioterapis olah raga pada saat
pertandingan.
Sedangkan penanganan lebih lanjut dapat dilakukan di klinik, dengan
memberikan layanan fisioterapi pada fase pemulihan.
2. Kebugaran/kesegaran jasmani
Pelayanan kebugaran dapat melalui berbagai media senam atau bentuk-bentuk
latihan yang dapat meningkatkan tingkat kesegaran jasmani. Fisioterapis harus
memahami prinsip-prinsip kesegaran jasmani, pengukuran kesegaran jasmani,
aplikasi FIIT dan gerakan atau latihan yang dapat meningkatkan kesegaran
jasmani. Kesegaran jasmani pada dasarnya diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
a.
Kesegaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan.
b.
Kesegaran jasmani yang berhubungan dengan ketrampilan
motorik
c.
Kesegaran jasmani yang berhubungan dengan wellness.
3. Pembibitan atlet/pemandu bakat
Dengan pemahaman terhadap antropometri, biomekanik, analisa gerak dan
pengukuran, fisioterapis dapat
menentukan olah raga yang tepat bagi individu dan memilih calon atlet yang
dapat berprestasi optmal pada cabang olah raga.
Apalagi dalam era sekarang ini, fisioterapis olah raga sebaiknya
menguasai “program sport search” untuk dapat memberikan arahan pemulihan olah
raga yang tepat.
4. Kelompok khusus
Pemberian pelayanan fisioterapi olah raga pada kelompok khusus harus
mempertimbangkan pembagian kelompok
sebagi berikut :
a.
Pembagian berdasarkan kelompok umur, misalnya :
anak-anak, dewasa, lansia, remaja.
b.
Pembagian berdasarkan jenis kelamin.
c.
Pembagian berdasarkan aktifitas sehari-hari, misalnya :
buruh, ibu rumah tangga, pegawai kantor.
d.
Pembagian berdasarkan pada kondisi kesehatannya,
misalnya kelompok penderita stroke, asma, diabetes dll.
5. Senam-senam khusus
Senam-senam khusus erat hubungannya dengan kelompok tertentu. Untuk itu
diharapkan fisioterapis dapat, menguasai senam-senam khusus seperti : Senam
Asma Indonesia, senam stroke Indonesia, senam pencegahan osteoporosis, senam
osteoporosis, senam bayi, senam kegel, BL dll. Sehingga fisioterapi dapat memberikan
layanan senam-senam khusus tersebut, baik diklinik-klinik, klub-klub, fitness
centre dan sebagainya.
1. Fisioterapi dapat berperan pada
bidang olah raga dengan arah dan sasaran yang jelas.
2. Fisioterapi memiliki potensi yang besar dalam bidang
olah raga, yang mencakup penanganan cidera olah raga, peningkatan kebugaran
atau kesegaran jasmani, pelayanan pada kelompok khusus, Senam-senam khusus, dan
juga pemanduan bakat / pemilihan calon atlet.
DAFTAR PUSTAKA
Giam, C.K dan Teh, K.c. 1998. Ilmu Kedokteran Olah Raga.
Jakarta : Binarupa
Aksara.
Grisogono, Vivian. 1984. Sport Injuries. California :
The Crossing Press.
Hardianto Wibowo. 1995. Pencegahan dan Penatalaksanaan
Cedera Olah raga.
Jakarta :
EGC.
Kuprian, Werner. 1981. Physical Therapy for Sport.
Philadelphia : WB. Saunders
Company.
Lee, Jennifer M. 1990. Segi Praktis Fisioterapi.
Jakarta : Binarupa Akasara.
Rusli lutan. 1991. Manusia dan Olah raga. Bandung :
ITB dan FPOK IKIP Bandung.
TITAFI XVVI Bandung
Wahjoedi. 2001. Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani.
Jakarta : PT Rajagrafindo
persada.
No comments:
Post a Comment