Sunday, June 28, 2015

11 HAL YANG HARUS DIINGAT SEBELUM MENGELUH

1. Hari ini sebelum kamu mengatakan kata-kata yang tidak baik, pikirkan tentang seseorang yang tidak dapat berbicara sama sekali.

2. Sebelum kamu mengeluh tentang rasa dari makananmu, pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.

3. Sebelum anda mengeluh tidak punya apa-apa, pikirkan tentang seseorang yang meminta-minta dijalanan.

4. Sebelum kamu mengeluh bahwa kamu buruk, pikirkan tentang seseorang yang berada pada tingkat yang terburuk didalam hidupnya.

5. Sebelum kamu mengeluh tentang suami atau istrimu, pikirkan tentang seseorang yang memohon kepada Tuhan untuk diberikan teman hidup.

6. Hari ini sebelum kamu mengeluh tentang hidupmu, pikirkan tentang seseorang yang meninggal terlalu cepat.

7. Sebelum kamu mengeluh tentang anak-anakmu, pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak tetapi dirinya mandul.

8. Sebelum kamu mengeluh tentang rumahmu yang kotor karena pembantumu tidak mengerjakan tugasnya, pikirkan tentang orang-orang yang tinggal dijalanan.

9. Sebelum kamu mengeluh tentang jauhnya kamu telah menyetir, pikirkan tentang seseorang yang menempuh jarak yang sama dengan berjalan.

10. Dan disaat kamu lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu, pikirkan tentang pengangguran, orang-orang cacat yang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti anda.

11. Sebelum kamu menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain, ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang tidak berdosa. Semoga bermanfaat.

Berdoalah agar Allah selalu membukakan pintu ilmu, hikmah, taufiq, dan hidayah-Nya hingga menjadi orang-orang yang mengikhlaskan diri kepada Allah. Aamiin.

Sumber : Kartun Muslimah

Friday, June 26, 2015

Brunnstrom

Sejarah 
     Metode terapi latihan khusus untuk penderita hemioplegi (stroke), dengan cara membangkitkan pola sinergis dengan menggunakan reaksi asosiasi. Penerapan klinis metode Brunnstrom yang dinamakan Movement Therapy a Neurophysiology Approach, pertama kali dilakukan tahun 1961 oleh Brunnstrom dan disempurnakan sampai tahun 1965.
 
 
Pendekatan Terapi Brunnstrom berdasarkan pada teori :
1. Synergi
       Konsep dasar pendekatan Brunnstrom adalah pendekatan sinergi, hubungan otot ke dalam unit-unit fungsional. Pergerakan atau pola motor terjadi pada level spinal cord. Pola sinergi dapat dihasilkan dari stimulus refleks atau usaha kemauan sendiri.
2. Teori system
        Dasar teori system adalah konsep feedback/masukan, bagian-bagian dari keseluruhan berkomunikasi satu dengan yang lain. System saraf sebagai suatu elemen yang aktif ketika dia melakukan treatment terhadap pasien hemiplegi. Dia memfasilitasi refleks hanya untuk mempercepat recovery pasien dari kontrol gerakan secara sengaja. Paasien didorong untuk memulai dan menentukan gerakan mereka dengan terlebih dahulu mendapatkan kontrol terhadap pola sinergis. Dengan membangun kemampuan ini dia membantu pasien mendapatkan peningkatan jumlah pola gerakan.
3. Asimetri Fungsional Otak
       Ada perbedaan yang berkaitan dengan hemiplegi kiri dan hemiplegi kanan. Aphasia terjadi pada hemiplegi kanan dan gangguan persepsi spasieal yang mengikuti hemiplegi kiri. Hemisfer otak kiri berfungsi untuk mengontrol bagian kanan tubuh dan untuk komunikasi, bila terjadi kerusakan mengalami gangguan pengertian (membaca, dan menulis), gangguan kesalahan bahasa (kesalahan memilih kata/pengucapan). Hemisfer otak kanan berfungsi untuk mengontrol tubuh kiri, bila terjadi kerusakan terjadi gangguan fungsi kognitif, gangguan intelektual.
Pengobatan dengan Terapi Latihan Brunnstrom :
1. Pada fase-fase awal penyembuhan (fase 1 sampai 3)
      Tujuan pengobatan untuk membangkitkan sinergi, baik dilengan maupun di tungkai. Latihannya menguasai gerakan sinergi secara volunteer. Pasien di bimbing dan diarahkan terhadap gerakan sinergis sehingga akhirnya penderita mampu melakukan gerakan masal/sinergis tadi secara baik. Latihan gerakannya dengan cara ; reaksi asosiasi dan menggunakan beberapa refleks primitif. Untuk memperkuat respon dilakukan ATNR, STNR, stretch reflex. Juga diperkenalkan gerakan reversal yaitu gerakan bolak-balik antara sinergis ekstensor dan fleksor. Menggunakan pola gerak tersebut dalam berbagai aktifitas sehari-hari
2. Tahap Penyembuhan (fase 4 dan 5)
       Tujuan terapinya untuk mendapatkan gerakan volunteer di luar pola sinergi. Langkah-langkahnya dengan memecah belah gerakan sinergi, dilakukan secara bertahap.dilakukan impuls sensoris dengan tapping dan squesing/deep kneeding.
3. Tahap Penyembuhan (fase 6)
       Tujuan terapinya untuk memperbaiki koordinasi gerakan yang lebih halus dan terjadi ketepatan gerakan, terutama fungsi membuka dan menutup tangan ; misal menulis.
Tahap-tahap Penyembuhan dan Pola Sinergis.
a. Tahap 1 : flaksid. Penderita tidak dapat menggerakkan anggota badan yang lumpuh.
b. Tahap 2 : spastisitas mulai timbul. Penderita mulai dapat menggrakkan sebagian anggota
    yang lumpuh baik secara volunteer, maupun terjadi oleh timbulnya reaksi asosiasi.
c. Tahap 3 : Spastisitas menjadi semakin nyata. Penderita dapat menggerakkan anggota tubuh hanya dalam pola sinergis massal. Reaksi asosiasi yang terjadi juga lebih besar dan dalam pola yang sama dengan sinergisnya.
d. Tahap 4 : Spastisitas mulai menurun. Penderita mulai dapat menggerakkan anggota tubuhnya di luar pola sinergis. Ada 3 gerakan kombinasi yang merupakan cirri tahap 4 yaitu ; meletakkan tangan di belakang tubuh, mengangkat lengan lurus ke depan, dan dapat melakukan gerakan pronasi-supinasi pada posisi siku fleksi 90.

e. Tahap 5 : Spastisitas minimal. Penderita dapat melakukan gerakan kombinasi yang lebih kompleks di luar pengaruh sinergis. Gerakan-gerakan yang dipilih untuk mewakili tahap ini adalah : mengangkat lengan lurus ke atas (fleksi bahu lebih dari 90 derajat dengan siku lurus).
f. Tahap 6 : penderita sudah dapat melakukan banyak kombinasi gerakan dengan koordinasi yang cukup baik, yang jika dilihat sepintas tampak normal.
Pola Sinergis pada Hemiplegi yaitu :
1. Sinergis fleksor lengan, terdiri :
a. Retraksi dan elevasi bahu.
b. Eksternal rotasi dan abduksi sampai 90 pada bahu
c. Fleksi siku
d. Supinasi lengan bawah
e. Fleksi pergelangan tangan dan fleksi jari-jari
2. Sinergis ekstensor lengan, terdiri ;
a. Protaksi sendi bahu
b. Internal rotasi dan adduksi bahu
c. Ekstensi siku
d. Pronasi lengan bawah
e. Pergelangan tangan ekstensi dan jari-jari fleksi
3. Sinergis fleksor tungkai, terdiri ;
a. Hip fleksi, abduksi dab eksternal rotasi
b. Lutut fleksi 90
c. Pergelangan kaki inversi dan dorsi fleksi
d. Jari-jari dorsi fleksi
4. Sinergis ekstensor tungkai, terdiri ;
a. Hip fleksi, adduksi dan internal rotasi
b. Lutut ekstensi atau hiper ekstensi
c. Pergelangan kaki inversi dan plantar fleksi
d. Jari-jari fleksi.

Konsep Bobath

Alat bantu

Crawler (alat bantu merangkak)
Spalk brace ( alat bantu menolong berdiri)
Standing table atau tilting table (alat bantu berdiri)
Walker atau parallel bar (alat bantu berjalan)
Papan keseimbangan
Bola bobath
Wall bar (alat latihan jongkok ke berdiri
Pelaksanaan NDT pada CP
Inhibisi spastisitas
*Inhibisi spastisitas flexor trunk
a. Inhibisi di atas bola
Pada teknik ini diperlukan 2terapis , pasien terlentang d atas bola bobath , terapis pertama memegang kedua lutut anak dalam keadaan abduksi dan external rotasi ,terapis kedua memegang kedua lengan dan kedua siku anak dalam keadaan external rotasi dan flexi . Sehingga tubuh menjadi extensi. Anak digerakan kedepan dan kebelakang hingga kedua  kaki penderita menyentuh lantai.lakukan gerakan ini 8x dan tiap gerakan di tahan 8 menit.
b. Mobilisasi trunk
Anak long sitting dengan kedua hip full abduksi, terapis berada di belakang pasien dan punggung pasien di sanggah badan terapis shingga trunk lurus. KPoC pada pelvic dan axila dengan tangan melingkar didepan tubuh pasien (sebagai pengarah gerakan).gerakan nya extensi lateral flexi dan rotasi trunk. Gerakan ini dilakukan 8x dan tiap gerakan 8 hitungan
c. Mobilisasi shoulder gridle
Anak tidur miring kepala disanggah bantal.KPoC pada shoulder gridle (scapula dan clavicula) lakukan gerakan retraksi, adduksi dan elevasi. Lakukan sebanyak 8x tiap gerakan ditahan selama 8 hitungan
Inhibisi spastisitas flexor tungkai
a. Inhibisi spastisitas flexor hip dan flexor knee
Pasien tidur terlentang,terapi duduk di depan pasien , Kpoc pada lutut pasien . Terapis menggerkan ke arah extensi hip dan knee secara pasif Lakukan sebanyak 8x tiap gerakan ditahan selama 8 hitungan
b. Inhibisi spastisitas adduksi dan endorotasi hip
Pasien tidur terlentang , terapis duduk di depan pasien . KPoC pada lutut pasien . Terapis menggerekan tungkai ke arah abduksi dan external rotasi hip. Lakukan sebanyak 8x tiap gerakan ditahan selama 8 hitungan
c. Inhibisi plantar flexor ankle
Pasien tidur terlentang, terapis duduk di depan pasien. KPoC pada tumit dan jari kaki . Terapis menggerekan kearah dorsal flexi ankle. Lakukan sebanyak 8x tiap gerakan ditahan selama 8 hitungan

Fasilitasi reaksi sikap dan gerak normal
a. Setelah spastisitas menurun bergerak dengan teknik fasilitasi
     • Duduk dari terlentang
Lakukan double knee to chest
     • Fasilitasi kepala tegak
Pasien duduk dan terapis dibelakangnya, punggung pasien disanggah badan terapis . Kedua tangan terapis di bahu pasien . Berikan aproksimal pada kedua bahu pasien untuk fasilitasi badan tegak
     • Fasilitasi keseimbangan duduk
Pasien duduk datas bola dan terapis dibelakang menjaga keseimbangan dan stabilitas pasien. KPoC pada pelvic, goyangkan bola kedepan dan kebelakang atau kesamping kanan dan kiri. Latihan ini dilakukan selama 5 menit
     • Fasilitas merangkak dari duduk
Pasien duduk dengan 1 kaki lurus ke depan dan terapis di belakangnya. KPoC 1 tangan pada hip, tangan yang lain didada. Arah gerakan nya perlahan-lahan terapis merotasi kan trunk sihangga pasien pada posisi merangkak . Lakukan sebanyak 8x
     • Fasilitas berlutut dan merangkak
Pasien pada posisi merangkak dan terapis di belakangnya. KPoC pada pelvic. Gerakan nya adalah berikan tarikan pada pelvic dan bawa anak ke arah terapis pada posisi berlututFrekuensi 8x
     • Fasilitas keseimbangan berlutut
Pasien pada posisi berlutut dan terapis di belakang pasien. KPoC pada pelvic. Gerakannya adalah terapis menggerakan pasien kedepan dan kebelakang secara perlahan . Latihan ini dilakukan selama 3menit
      • Fasilitasi berdiri dari berlutu
Pasien posisinya berlutuh dan terapis di belakangnya. KPoC pada pelvic pasien. Terapis menggerakan salah satu pelvic kebawah sementara sisi yang lain digerakan kedepan sehingga pasien pada posisi setengah berlutut, kemudian Tarik kedua pelvic keatas sehingga posisi pasien berdiri . Latihan dilakukan1x setiap sesi laihan
      • Fasilitasi keseimbangan berdiri
Pasien pada posisi berdiri dan terapis dibelakangnya. KPoC pada bahu pasien dan gerakannya adalah menggerakan pasie kedepan, belakang, dan samping secara perlahan. Latihan dilakukan selama 3 menit
      • Fasilitasi berjalan
Teknik fasilitasi berjalan dapat dilakukan dengan berbagai cara. KPoC pada kepala, bahu , pelvic dan tangan

Monday, June 22, 2015

Stability Reflex

Stabilitas adalah resistensi terhadap perubahan dalam percepatan tubuh atau lebih tepat ketahanan terhadap gangguan keseimbangan tubuh. Stabilitas dapat ditingkatkan dengan menentukan pusat tubuh, mengubah secara wajar gravitasi.
Equilibrium adalah sebuah bagian penting dari pergerakan tubuh dalam
menjaga tubuh tetap stabil sehingga manusia tidak jatuh walaupun tubuh berubah posisi (Huxham et al., 2001).
Stability reflex menjadi aktif terutama jika seseorang kehilangan posisi yang stabil dikarenakan oleh fluktuasi atau gerakan yang tidak terduga, misalnya mobil yang direm mendadak, dan gerakan perahu di laut.  Stability Reflex disebabkan oleh perubahan-perubahan sebagai berikut :
a.  Posisi permukaan (lantai)
b.  Posisi tubuh dalam ruang
c.   Gerakan
Berdasarkan Teori Sistem, stabilitas postural tidak hanya dipengaruhi oleh sistem indra saja, tetapi juga dipengaruhi oleh banyak sistem antara lain, sistem musculosceletal, sistem neuromuscular, sistem sensory, dan sistem adaptive
(Cheng, 2010).
Postur adalah posisi atau sikap tubuh. Tubuh dapat membentuk banyak postur yang memungkinkan tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin. Pada saat berdiri tegak, hanya terdapat gerakan kecil yang muncul dari tubuh, yang biasa disebut dengan ayunan tubuh. Luas dan arah ayunan diukur dari permukaan tumpuan dengan menghitung gerakan yang menekan di bawah telapak kaki, yang di sebut pusat tekanan (center of pressure-COP). Jumlah ayunan tubuh ketika berdiri tegak di pengaruhi oleh faktor posisi kaki dan lebar dari bidang tumpu.
Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya dengan kaki selebar sendi pinggul, lengan di sisi tubuh, dan mata menatap ke depan. Walaupun
posisi ini dapat dikatakan sebagai posisi yang paling nyaman, tetapi tidak dapat bertahan lama, karena seseorang akan segera berganti posisi untuk mencegah kelelahan.
Manusia mempertahankan posisinya berdiri tegak dan adanya pengaruh gravitasi yang menarik kearah bumi, maka persoalan stabilitas masih tetap ada. Situasi dimana tubuh manusia tidak menyesuaikan diri terhadap respon gaya gravitasi adalah ketika berada pada posisi tidur.


Bidang tumpuan dengan tingkat stabilitas yang bervariasi

Faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap stabilitas adalah ukuran bidang tumpuan, letak garis gravitasi terhadap bidang tumpuan, dan ketinggian titik berat. Sebuah benda tetap mempertahankan equilibriumnya selama garis gravitasinya (proyeksi titik berat badannya) jatuh dalam bidang tumpuannya. Bila gaya yang menahan tubuh adalah gaya gravitasi yang mengarah ke bawah, semakin dekat garis gravitasinya terhadap pusat bidang tumpuan, maka akan semakin besar stabilitasnya. Dan sebaliknya, semakin dekat garis gravitasi dengan margin bidang tumpuan, maka semakin kurang stabil (unstable).




Semakin besar massa tubuh, semakin besar stabilitasnya. Pada seluruh aktivitas olahraga yang melibatkan kontak fisik, semakin berat seorang atlet akan semakin stabil daripada seorang atlet yang ringan tubuhnya. Bila seluruh faktor-faktor dipertimbangkan, maka massa hanya merupakan factor yang kurang berpengaruh dibandingkan dengan letak garis gravitasi dan ketinggian titik berat badan.
Gesekan merupakan salah satu factor yang berpengaruh terhadap stabilitas, terutama dengan ukuran bidang tumpuan. Gesekan sangat berpengaruh ketika benda dalam keadaan bergerak atau dipengaruhi oleh gaya eksternal. Kurangnya gesekan akan mengalami kesulitan untuk mempertahankan kestabilan, seperti pada saat berjalan diatas permukaan es, pemain golf menggunakan sepatu khusus, dan pemain basket menggunakan sepatu yang beralaskan karet.
Stabilitas maksimum dari sebuah benda yang bersegmen akan diperoleh jika titik berat seluruh segmen berada pada garis vertical yang terpusat pada bidang tumpuannya. Dalam susunan persendian, seperti pada tubuh manusia, salah satu segmen tidak dapat salaing tergelincir dengan segmen lainnya. Beban eksternal tambahan pada tubuh, seperti pada saat membawa buku atau koper, dianggap sebagai tambahan sebuah segmen. Segmen tambahan ini akan menambah massa terhadap tubuh dan oleh karenanya akan mengubah stabilitas tubuh. Meskipun yang lebih penting adalah tetap pengaruh ketinggian titik berat dan letak garis gravitasinya. Titik beratnya akan dipindahkan kearah beban tambahan dan oleh karenanya garis gravitasi berpindah.
Prinsip-prinsip stabilitas, yaitu :
a.  Prinsip I
Semakin rendah titik berat suatu benda, maka akan semakin besar stabilitas benda tersebut.
Contoh : Pegulat tetap mempertahankan stabilitasnya dengan menurunkan titik berat badannya.
b.  Prinsip II
Stabilitas yang lebih besar diperoleh jika bidang tumpuan diperlebar kearah garis gayanya (arah bekerjanya gaya).
Contoh : Ketika menangkap bola baseball yang dilempar dengan kecepatan tinggi, maka melebarkan bidang tumpuan searah dengan arah gaya bola akan memudahkan catcher menangkapnya. Dengan cara ini, memberikan jarak yang lebih besar untuk menurunkan atau menghentikan lajunya bola.
c.   Prinsip III
Untuk stabilitas maksimum, maka garis gravitasi harus memotong bidang tumpuan pada satu titik yang akan memudahkan ruang gerak yang lebih besar dalam daerah bidang kearah gaya yang menyebabkan gerak.
Contoh : Seorang pemain tarik tambang memiringkan tubuhnya ke belakang untuk menyiapkan absorpsi tarikan ke depan yang kuat dari lawannya.
d.  Prinsip IV
Semakin besar massa suatu benda, maka semakin besar stabilitas benda tersebut.
Contoh : Dalam olahraga dimana hambatan terhadap benturan merupakan factor penting, misalnya American Football, maka pemain yang memiliki massa tubuh besar kemungkinan besar lebih mampu mempertahankan stabilitasnya, dibanding dengan pemain yang kurang berat.
Core stability berhubungan dengan bagian tubuh yang dibatasi oleh dinding perut, pelvis, punggung bagian bawah dan diafragma serta kemampuannya untuk menstabilkan tubuh selama gerakan. Otot-otot utama yang terlibat meliputi transversus abdominis, obliques internal dan eksternal, Quadratus lumborum dan diafragma. Sangat penting dalam memberikan kekuatan core stability saat bergerak dan mengangkat beban (Ludmilla et al. 2003).
Core stability merupakan salah satu faktor penting dalam postural set. Dalam kenyataanya core stability menggambarkan kemampuan untuk mengontrol atau mengendalikan posisi dan gerakan sentral pada tubuh diantaranya: head and
neck alignment, alignment of vertebral column thorax and pelvic stability/mobility, ankle dan strategi hip (Barr et al., 2005). Core stability merupakan komponen penting dalam memberikan kekuatan lokal dan keseimbangan untuk memaksimalkan aktivitas secara efisien (Ahmadi et al.,2012).
Latihan core stability akan membatu memelihara postur yang baik dalam melakukan gerak serta menjadi dasar untuk semua gerakan pada lengan dan tungkai. Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya dengan stabilitas postur (aktifasi otot core stability) yang optimal, maka mobilitas pada ektremitas dapat dilakukan dengan efisien. Menurut (Kibler, 2006), Peningkatan pola aktivasi core stability juga menghasilkan peningkatan level aktivasi pada ekstremitas atau anggota gerak sehingga mengembangkan kapabilitas untuk mendukung atau menggerakkan ekstremitas.
Core stability memerlukan gerakan thrunk control dalam 3 bidang. Dalam
mempertahankan stabilitas semua bidang gerak otot-otot teraktifasi dalam pola yang berbeda dari fungsi utamanya. Diantaranya Otot Quadratus Lumborum fungsi utamanya sebagai stabilisator saat aktifasi dari bidang frontal. Aktivasi Otot Quadratus Lumborum terjadi pada gabungan dengan fleksi, ektensi dan lateral fleksi untuk menopang spine dalam bidang gerak, sehingga membuatnya lebih dari sekedar stabilisasi pada bidang frontal (Kahle, 2009).
Otot-otot pelvic floor dan abdominal diperlukan untuk meningkatkan Intra
Abdominal Pressure (IAP) dan memberikan rigiditas cylinder untuk menopang thrunk, menurunkan beban pada otot-otot spine dan meningkatkan stabilitas thrunk. Kontribusi diafragma pada Intra Abdominal Pressure (IAP) penting sebelum menginervasi gerakan-gerakan dari extermitas atau anggota gerak, sehingga thrunk menjadi stabil. Kontraksi otot abdominal menghasilkan sebuah rigid cylinder yang meningkatkan kekakuan (stiffness) dari lumbar spine. Otot Rectus Abdominalis dan Oblique abdominal mengaktivasi pola yang spesifik dengan berperan penting terhadap gerakan anggota gerak bawah, sekaligus memberikan postural support
sebelum anggota gerak bawah bergerak (Hopkins, 2009).
Dalam hal ini, spine (core of the body) terjadi stabilisasi sebelum adanya
gerakan-gerakan pada anggota gerak yang terjadi untuk membuat angggota gerak
menjadi lebih stabil dalam melakukan gerakan dan aktifitas otot. Pada sebagian kecil, short muscle seperti Otot Multifidus yang memberikan stabilisasi otot-otot pada single joint maupun multiple joint berfungsi untuk bekerja lebih efisien dalam mengontrol gerakan spine.
Dalam membentuk base of support yang baik juga dipengaruhi gabungan struktur hip dan pelvic dari keduanya. Hip dan pelvic terdapat gabungan otot-otot besar pada daerah crosssectional. Seperti halnya Otot Gluteus merupakan stabilisator dari thrunk sampai kedasar kaki dan menyediakan power untuk gerakan melangkah kedepan. Area hip atau thrunk juga mengkontribusi sekitar 50% energi kinetik dan force sepenuhnya untuk gerakan mengayun (Fredericson et al., 2005).
Pada latihan core stability dikenal ada yang disebut dengan kinetik chain yang bekerja pada saat :
a. Kontrol secara optimal
b. Mendistribusikan tekanan yang merata
c. Mengefisienkan semua gerakan secara optimal
d. Tanpa latihan yang berlebihan
e. Tanpa melakukan gerakan yang berlebihan/penekanan
f. sendi dalam keadaan stabil
g. kontrol neuromuscular
Dalam core stability ini selalu melibatkan tiga sistem antara lain :
a. Sistem Otot
b. Sistem Persendian
c. Sistem Saraf
Core stability memiliki banyak manfaat, yaitu :
a.  Kemampuan fungsional menjadi lebih baik untuk membantu meningkatkan aktivitas kehidupan sehari-hari.
b.  Peningkatan kinerja dalam olahraga (berenang, sepeda dan lari).
c.   Pengurangan resiko cedera.



DAFTAR PUSTAKA
Postural Control Kontrol Postur. (April 2012). Retrieved from http://zahstraces.blogspot.com/2012/04/postural-control-kontrol-postur.html